Infokom DPP PPNI - Melalui berbagai upaya telah dilakukan Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia (DPP PPNI) untuk mewujudkan program nasional One Village One Nurse (OVON) agar dapat terimpelementasi sekaligus terealisasi dengan baik.
Demi mewujudkan agar program tersebut berjalan sesuai dengan arahan Menteri Kesehatan RI Terawan Agus Putranto, saat pertemuan pada Senin (25/11/2019) lalu di Graha PPNI, maka DPP PPNI melanjutkan kembali beraudiensi dengan pihak terkait dan berkompeten.
Kali ini Asosiasi Dinas Kesehatan Seluruh Indonesia (ADINKES) yang merupakan organisasi Asosiasi yang didirikan untuk memenuhi aspirasi dan partisipasi Dinas Kesehatan di seluruh Indonesia, bersama pihak Departemen Dalam Negeri RI, sebagai mediasi untuk mendiskusikan dalam menyempurnakan program OVON tersebut.
Harif Fadhillah selaku Ketua Umum DPP PPNI, Sekretaris Jenderal DPP PPNI Mustikasari, Bendahara Umum DPP PPNI Apri Sunadi menerima tamu undangan dari ADINKES dan Kemendagri.
Hadir pula Sekretaris II DPP PPNI Yetti Resnayati, Sekretaris III DPP PPNI Ahmad Eru Saprudin dan pengurus DPP PPNI lainnya.
Pertemuan ini dihadiri langsung oleh Krishnajaya selaku Ketua Umum ADINKES dan pejabat lainnya dari ADINKES.
Nampak hadir pula Paudah selaku Kasubdit Kesehatan Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri dalam pertemuan kali ini.
“Atas undangan Ketua Umum DPP PPNI, kita diajak untuk mengoperasikan cita-cita program OVON (one village one nurse), dikaitkan dengan statement Menkes yang menyatakan bahwa program ini harus diwujudkan,” ucap Sawidjan Gunadi, setelah berakhirnya pertemuan di Graha PPNI, DKI Jakarta, Kamis (16/1/2020).
Menurut penuturannya, kalau perspektif ADINKES, bahwa ada peranan perawat yang bisa diambil untuk meningkatkan kesehatan di masyarakat. Saat ini di daerah sedang ada namanya Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Kesehatan, merupakan kewajiban Bupati/Walikota untuk memenuhi kebutuhan dasar pelayanan kesehatan bagi setiap penduduk di Indonesia.
“Ada 12 dasar pelayanan kesehatan dan dikaitkan lagi dengan penanggulangan stunting (gizi buruk pada anak). Kalau dari 12 dasar pelayanan tersebut berjalan baik, dengan 6 diantaranya fokus didalamnya akan menanggulangi stunting. SPM Kesehatan itu berkelanjutan, sedangkan masalah stunting adalah prioritas saat ini, seharusnya suatu saat nanti, sudah tidak ada lagi masalah stunting,” jelas Sawidjan Gunadi.
Selaku Program Advisor ADINKES, Sawidjan berpendapat, berkaitan peran OVON yang dapat diambil pada saat sekarang ini yang terjadi di masyarakat. Saat ini sudah ada kader desa, termasuk kader kesehatan. Mereka (kader desa) sudah berpengalaman dalam mengerahkan masyarakat, kemudian ada lagi fasyankes (Puskesmas) dan juga bidan desa.
“Saat ini saja ketika suatu desa, seandainya ada dua bidan desa saja, tidak memiliki data detail tentang penduduk di desa tersebut berkaitan dengan kesehatan,” sebut Sawidjan berdasarkan pengalamannya di lapangan.
“Bahkan buku KIA sendiri, mereka tidak punya data lengkap yang baik. Dalam hal itu, saya pribadi yang telah bergerak di Adinkes, jadi tahu betul dengan permasalahan SPM Kesehatan ini,” sambungnya.
Berdasarkan pengamatannya, maka seharusnya ada seseorang yang mempertemukan antara warga masyarakat desa dengan fasyankes. Kalau kader yang saat ini tidak bisa melakukannya, termasuk tenaga kesehatan di Fasyankes yang juga tidak cukup waktu, bila dikaitkan pula dengan 12 pelayanan yang ada, karena punya tugas masing-masing.
“Jadi seharusnya, ada orang yang memastikan bahwa penduduk di suatu daerah, dapat terlayani dengan baik oleh fasyankes. Semua informasi harus segera sampai ke fasyankes dan bukan berasal dari pihak fasyankes. Tenaga kesehatan setidaknya mendapatkan informasi dari yang ahli disitu, dan juga dapat memastikan mana yang perlu mendapatkan pelayanan kesehatan,” ungkapnya.
Dikatakannya, keberadaan program OVON mempunyai peran dan fungsinya, yang pertama adalah memperlancar hubungan antara masyarakat dengan fasyankes, akan lebih membantu dalam proses pelayanan sehingga akan lebih efektif.
Sedangkan yang kedua menurutnya, mempunyai peran untuk memastikan pada setiap kepala keluarga memiliki family folder (catatan kesehatan setiap anggota keluarga). Dikarenakan tanpa adanya data family folder yang update, tidak mungkin SPM kesehatan tercatat dengan baik.
Selanjutnya, yang ketiga sebagai Perkesmas, yaitu perawat dapat melakukan perawatan kesehatan di masyarakat dengan fokus promotif dan preventif.
Sementara peran keempat, diutarakannya, bertugas sebagai pemantau. Selama ini berkaitan dengan rujukan balik itu, hampir tidak ada yang memantau. Seandainya, ada seseorang yang dirujuk ke RS berkaitan gizi buruk, setelah pulang dari RS, tidak dapat terpantau, sehingga bila nanti sudah ada perawat desa, tentunya dalam hal ini sudah dapat mengambil posisi tersebut di setiap desa yang ada.
“Perawat desa ini menjadi miliknya orang desa, termasuk mensupport kebutuhannya jika ada dana desa. Dia menjadi kader ahli kesehatan, dan dapat mengetuai para kader saat ini, tetapi profesionalnya sebagai Perkesmas,” ujar Sawidjan Gunadi.
“Kalau saya pribadi, jangan sampai mereka terjebak di pelayanan kesehatan, tetapi mempunyai tugas utamanya memperlancar hubungan antara Fasyankes dengan masyarakat,” sarannya.
Diungkapkannya, program OVON ini sepertinya konsep yang harus diperbaiki dengan pihak Kemenkes, Permendes dan Kemendagri, yang semestinya seperti apa nantinya perlu dilakukan.
“Sebagai bentuk dukungan dari ADINKES, kalau kita yang bisa dilakukan adalah mengajak para anggota ADINKES untuk membicarakannya secara serius,” tuturnya.
“Nanti setelah ada, kita manfaatkan sebaik-baiknya, karena kami menyadari bahwa Puskesmas saat ini, belum memungkinkan memelihara data dari setiap keluarga. Update setiap ada perubahan itu sulit, sementara kalau ada tenaga di desa itu, maka bukan hanya saja data statistik, pencatatan, dan laporan, tetapi dia juga dapat mengamati orang-orang di lapangan,” lanjutnya.
Tentunya program ini, menurutnya, berdampak bahwa masyarakat desa akan menjadi tenang, karena ada tenaga kesehatan yang ada disitu, yang berfungsi secara umum berkaitan tentang kesehatan.
Ditambahkannya, perawat desa itu punya perspektif kesehatan, jika pun tidak dapat menanganinya, dia dapat berhubungan dengan Puskesmas, dapat pula mencari orang yang tepat dalam menangani masalah kesehatan, jadi kewenangannya lebih, sedangkan kalau kader tak bisa melakukannya.
“Adanya perawat desa ini dapat membantu warga desa disaat melengkapi persyaratan, seperti contoh dalam proses rujukan seseorang ke RS, termasuk pula pemantauan dan yang lainnya. Untuk itulah, ADINKES siap mensupport atas rencana ini,” pungkasnya. (IR)
KEMENDAGRI & ADINKES Dukung DPP PPNI Atas Pronas OVON
Infokom DPP PPNI - Melalui berbagai upaya telah dilakukan Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia (DPP PPNI) untuk mewujudkan program nasional One Village One Nurse (OVON) agar dapat terimpelementasi sekaligus terealisasi dengan baik.
Demi mewujudkan agar program tersebut berjalan sesuai dengan arahan Menteri Kesehatan RI Terawan Agus Putranto, saat pertemuan pada Senin (25/11/2019) lalu di Graha PPNI, maka DPP PPNI melanjutkan kembali beraudiensi dengan pihak terkait dan berkompeten.
Kali ini Asosiasi Dinas Kesehatan Seluruh Indonesia (ADINKES) yang merupakan organisasi Asosiasi yang didirikan untuk memenuhi aspirasi dan partisipasi Dinas Kesehatan di seluruh Indonesia, bersama pihak Departemen Dalam Negeri RI, sebagai mediasi untuk mendiskusikan dalam menyempurnakan program OVON tersebut.
Harif Fadhillah selaku Ketua Umum DPP PPNI, Sekretaris Jenderal DPP PPNI Mustikasari, Bendahara Umum DPP PPNI Apri Sunadi menerima tamu undangan dari ADINKES dan Kemendagri.
Hadir pula Sekretaris II DPP PPNI Yetti Resnayati, Sekretaris III DPP PPNI Ahmad Eru Saprudin dan pengurus DPP PPNI lainnya.
Pertemuan ini dihadiri langsung oleh Krishnajaya selaku Ketua Umum ADINKES dan pejabat lainnya dari ADINKES.
Nampak hadir pula Paudah selaku Kasubdit Kesehatan Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri dalam pertemuan kali ini.
“Atas undangan Ketua Umum DPP PPNI, kita diajak untuk mengoperasikan cita-cita program OVON (one village one nurse), dikaitkan dengan statement Menkes yang menyatakan bahwa program ini harus diwujudkan,” ucap Sawidjan Gunadi, setelah berakhirnya pertemuan di Graha PPNI, DKI Jakarta, Kamis (16/1/2020).
Menurut penuturannya, kalau perspektif ADINKES, bahwa ada peranan perawat yang bisa diambil untuk meningkatkan kesehatan di masyarakat. Saat ini di daerah sedang ada namanya Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Kesehatan, merupakan kewajiban Bupati/Walikota untuk memenuhi kebutuhan dasar pelayanan kesehatan bagi setiap penduduk di Indonesia.
“Ada 12 dasar pelayanan kesehatan dan dikaitkan lagi dengan penanggulangan stunting (gizi buruk pada anak). Kalau dari 12 dasar pelayanan tersebut berjalan baik, dengan 6 diantaranya fokus didalamnya akan menanggulangi stunting. SPM Kesehatan itu berkelanjutan, sedangkan masalah stunting adalah prioritas saat ini, seharusnya suatu saat nanti, sudah tidak ada lagi masalah stunting,” jelas Sawidjan Gunadi.
Selaku Program Advisor ADINKES, Sawidjan berpendapat, berkaitan peran OVON yang dapat diambil pada saat sekarang ini yang terjadi di masyarakat. Saat ini sudah ada kader desa, termasuk kader kesehatan. Mereka (kader desa) sudah berpengalaman dalam mengerahkan masyarakat, kemudian ada lagi fasyankes (Puskesmas) dan juga bidan desa.
“Saat ini saja ketika suatu desa, seandainya ada dua bidan desa saja, tidak memiliki data detail tentang penduduk di desa tersebut berkaitan dengan kesehatan,” sebut Sawidjan berdasarkan pengalamannya di lapangan.
“Bahkan buku KIA sendiri, mereka tidak punya data lengkap yang baik. Dalam hal itu, saya pribadi yang telah bergerak di Adinkes, jadi tahu betul dengan permasalahan SPM Kesehatan ini,” sambungnya.
Berdasarkan pengamatannya, maka seharusnya ada seseorang yang mempertemukan antara warga masyarakat desa dengan fasyankes. Kalau kader yang saat ini tidak bisa melakukannya, termasuk tenaga kesehatan di Fasyankes yang juga tidak cukup waktu, bila dikaitkan pula dengan 12 pelayanan yang ada, karena punya tugas masing-masing.
“Jadi seharusnya, ada orang yang memastikan bahwa penduduk di suatu daerah, dapat terlayani dengan baik oleh fasyankes. Semua informasi harus segera sampai ke fasyankes dan bukan berasal dari pihak fasyankes. Tenaga kesehatan setidaknya mendapatkan informasi dari yang ahli disitu, dan juga dapat memastikan mana yang perlu mendapatkan pelayanan kesehatan,” ungkapnya.
Dikatakannya, keberadaan program OVON mempunyai peran dan fungsinya, yang pertama adalah memperlancar hubungan antara masyarakat dengan fasyankes, akan lebih membantu dalam proses pelayanan sehingga akan lebih efektif.
Sedangkan yang kedua menurutnya, mempunyai peran untuk memastikan pada setiap kepala keluarga memiliki family folder (catatan kesehatan setiap anggota keluarga). Dikarenakan tanpa adanya data family folder yang update, tidak mungkin SPM kesehatan tercatat dengan baik.
Selanjutnya, yang ketiga sebagai Perkesmas, yaitu perawat dapat melakukan perawatan kesehatan di masyarakat dengan fokus promotif dan preventif.
Sementara peran keempat, diutarakannya, bertugas sebagai pemantau. Selama ini berkaitan dengan rujukan balik itu, hampir tidak ada yang memantau. Seandainya, ada seseorang yang dirujuk ke RS berkaitan gizi buruk, setelah pulang dari RS, tidak dapat terpantau, sehingga bila nanti sudah ada perawat desa, tentunya dalam hal ini sudah dapat mengambil posisi tersebut di setiap desa yang ada.
“Perawat desa ini menjadi miliknya orang desa, termasuk mensupport kebutuhannya jika ada dana desa. Dia menjadi kader ahli kesehatan, dan dapat mengetuai para kader saat ini, tetapi profesionalnya sebagai Perkesmas,” ujar Sawidjan Gunadi.
“Kalau saya pribadi, jangan sampai mereka terjebak di pelayanan kesehatan, tetapi mempunyai tugas utamanya memperlancar hubungan antara Fasyankes dengan masyarakat,” sarannya.
Diungkapkannya, program OVON ini sepertinya konsep yang harus diperbaiki dengan pihak Kemenkes, Permendes dan Kemendagri, yang semestinya seperti apa nantinya perlu dilakukan.
“Sebagai bentuk dukungan dari ADINKES, kalau kita yang bisa dilakukan adalah mengajak para anggota ADINKES untuk membicarakannya secara serius,” tuturnya.
“Nanti setelah ada, kita manfaatkan sebaik-baiknya, karena kami menyadari bahwa Puskesmas saat ini, belum memungkinkan memelihara data dari setiap keluarga. Update setiap ada perubahan itu sulit, sementara kalau ada tenaga di desa itu, maka bukan hanya saja data statistik, pencatatan, dan laporan, tetapi dia juga dapat mengamati orang-orang di lapangan,” lanjutnya.
Tentunya program ini, menurutnya, berdampak bahwa masyarakat desa akan menjadi tenang, karena ada tenaga kesehatan yang ada disitu, yang berfungsi secara umum berkaitan tentang kesehatan.
Ditambahkannya, perawat desa itu punya perspektif kesehatan, jika pun tidak dapat menanganinya, dia dapat berhubungan dengan Puskesmas, dapat pula mencari orang yang tepat dalam menangani masalah kesehatan, jadi kewenangannya lebih, sedangkan kalau kader tak bisa melakukannya.
“Adanya perawat desa ini dapat membantu warga desa disaat melengkapi persyaratan, seperti contoh dalam proses rujukan seseorang ke RS, termasuk pula pemantauan dan yang lainnya. Untuk itulah, ADINKES siap mensupport atas rencana ini,” pungkasnya. (IR)