Infokom DPP PPNI - Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Harif Fadhillah, S.Kp, SH, M.Kep menilai bahwa kesejahteraan tenaga perawat yang tersebar di Sulawesi Tenggara saat ini harus terus dimaksimalkan, sesuai dengan hak dan kewajiban berdasarkan kode etik yang ditetapkan dalam tubuh organisasi yang berdiri sejak tahun 1974 itu.
Kegiatan Training of Trainer (TOT) Terintegrasi yang digelar Dewan Pengurus Wilayah (DPW) PPNI Sulawesi Tenggara selama dua hari (20-21 Februari 2018), menurut pria yang akrab disapa Harif itu, menjadi salah satu upaya nyata untuk mensosialisasikan hak dan kewajiban perawat dalam mengemban tugasnya sebagai abdi masyarakat.
“Jadi TOT ini menjadi salah satu upaya nyata mensosialisasikan hak dan kewajiban perawat sesuai standar profesi dan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku dalam Undang-Undang Keperawatan. Perawat dituntut untuk profesional menjalankan tugas, namun juga memiliki hak perlindungan profesi, ini yang sedang kita perjuangkan saat ini,” kata Harif.
Saat ini, menurut Harif, tercatat di dalam sistem manajemen keanggotaan ada 418.119 perawat yang tersebar di nusantara. Untuk melaksanakan hak dan tanggungjawabnya secara profesional, idealnya menurut Harif, perawat wajib di berikan upah sesuai dengan jenjang karier dan spesifikasi tanggungjawabnya. Dikonfirmasi dalam kesempatan terpisah Rohman Azzam, Ketua DPP PPNI Bidang Sistem Informasi dan Komunikasi menyampaikan bahwa jumlah perawat tersebut setiap waktu senantiasa meningkat jumlahnya seiring dengan meningkatnya kesadaran anggota akan pentingnya berorganisasi.
“Kalau berbicara upah, mungkin saya bisa menyebutkan angka 3 kali lipat diatas UMP, tapi besaran upah harus disesuaikan dengan masa kerja, tingkat pendidikan, spesifikasi pelayanan, berikut regulasi di daerah yang mendukung hal itu (upah)," tegas Harif.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PPNI Sulawesi Tenggara, Heryanto, AMK, SKM mengatakan bahwa jika menyinggung upah, perawat di Sultra bisa dikategorikan belum sejahtera. Penyebabnya, menurut Heryanto, berkaitan dengan regulasi pemerintah, dan keberadaan honorer yang belum diperhitungkan standarisasi jam kerja dan upah layaknya. Hal inilah yang kemudian akan terus diperjuangkan oleh anggota DPRD Bombana ini.
“Jika perawat berbicara soal upah, berarti kami juga berbicara soal standar kompetensinya. PPNI ini kemudian menjadi wadah yang akan memperjuangkan kompetensi perawat di Sultra. Salah satu solusi nyata yang kami lakukan saat ini adalah mengintegrasikan jumlah tenaga perawat dalam Sistem Informasi Keanggotaan (SIMK) Online khususnya di Sultra, agar ke depannya, persoalan pelik mengenai profesi keperawatan itu sendiri bisa di advokasi menyeluruh, sesuai aturan dan Undang-Undang yang berlaku,” pungkasnya. (Ibrahim Romending).
Sumber : suarakendarinews.com
TOT Terintegrasi PPNI Sultra : Sosialisasi Hak & Kewajiban Perawat Serta Upah Layak Terus Diperjuangkan
Infokom DPP PPNI - Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Harif Fadhillah, S.Kp, SH, M.Kep menilai bahwa kesejahteraan tenaga perawat yang tersebar di Sulawesi Tenggara saat ini harus terus dimaksimalkan, sesuai dengan hak dan kewajiban berdasarkan kode etik yang ditetapkan dalam tubuh organisasi yang berdiri sejak tahun 1974 itu.
Kegiatan Training of Trainer (TOT) Terintegrasi yang digelar Dewan Pengurus Wilayah (DPW) PPNI Sulawesi Tenggara selama dua hari (20-21 Februari 2018), menurut pria yang akrab disapa Harif itu, menjadi salah satu upaya nyata untuk mensosialisasikan hak dan kewajiban perawat dalam mengemban tugasnya sebagai abdi masyarakat.
“Jadi TOT ini menjadi salah satu upaya nyata mensosialisasikan hak dan kewajiban perawat sesuai standar profesi dan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku dalam Undang-Undang Keperawatan. Perawat dituntut untuk profesional menjalankan tugas, namun juga memiliki hak perlindungan profesi, ini yang sedang kita perjuangkan saat ini,” kata Harif.
Saat ini, menurut Harif, tercatat di dalam sistem manajemen keanggotaan ada 418.119 perawat yang tersebar di nusantara. Untuk melaksanakan hak dan tanggungjawabnya secara profesional, idealnya menurut Harif, perawat wajib di berikan upah sesuai dengan jenjang karier dan spesifikasi tanggungjawabnya. Dikonfirmasi dalam kesempatan terpisah Rohman Azzam, Ketua DPP PPNI Bidang Sistem Informasi dan Komunikasi menyampaikan bahwa jumlah perawat tersebut setiap waktu senantiasa meningkat jumlahnya seiring dengan meningkatnya kesadaran anggota akan pentingnya berorganisasi.
“Kalau berbicara upah, mungkin saya bisa menyebutkan angka 3 kali lipat diatas UMP, tapi besaran upah harus disesuaikan dengan masa kerja, tingkat pendidikan, spesifikasi pelayanan, berikut regulasi di daerah yang mendukung hal itu (upah)," tegas Harif.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PPNI Sulawesi Tenggara, Heryanto, AMK, SKM mengatakan bahwa jika menyinggung upah, perawat di Sultra bisa dikategorikan belum sejahtera. Penyebabnya, menurut Heryanto, berkaitan dengan regulasi pemerintah, dan keberadaan honorer yang belum diperhitungkan standarisasi jam kerja dan upah layaknya. Hal inilah yang kemudian akan terus diperjuangkan oleh anggota DPRD Bombana ini.
“Jika perawat berbicara soal upah, berarti kami juga berbicara soal standar kompetensinya. PPNI ini kemudian menjadi wadah yang akan memperjuangkan kompetensi perawat di Sultra. Salah satu solusi nyata yang kami lakukan saat ini adalah mengintegrasikan jumlah tenaga perawat dalam Sistem Informasi Keanggotaan (SIMK) Online khususnya di Sultra, agar ke depannya, persoalan pelik mengenai profesi keperawatan itu sendiri bisa di advokasi menyeluruh, sesuai aturan dan Undang-Undang yang berlaku,” pungkasnya. (Ibrahim Romending).
Sumber : suarakendarinews.com