Infokom DPP PPNI - Kepedulian Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) terhadap kepentingan anggota terus berkesinambungan, meskipun Undang-Undang (UU) Kesehatan No.17 Tahun 2023 telah disahkan.
Sehubungan hal itu, Ketua Umum DPP PPNI Harif Fadhillah bersama Bapena PPNI kembali memberikan edukasi melalui Nursing Zoominar episode 352, mengangkat tema Perawat dalam Lingkup Pelayanan Kesehatan Pasca Terbitnya UU No.17 tahun 2023 tentang Kesehatan.
Dengan menghadirkan narasumber Purkon dan Ahmad Efendi Kasim selaku Anggota Departemen Hukum & Perundang-undangan DPP PPNI, serta Moderator Jasmen Ojak Haholongan Nadeak selaku Ketua Departemen Perundang-undangan DPP PPNI.
“Ini adalah hal pertama, kita membahas yang melibatkan pihak eksternal pengurus terkait dengan disahkan UU Kesehatan No.17 tahun 2023,” kata Harif Fadhillah dalam arahannya pada Nursing Zoominar ke 352, Rabu (16/8/2023).
“Saya ingin memberikan gambaran terkait dengan sikap PPNI terhadap UU Kesehatan No.17 tahun 2023,” lanjut Ketua Umum DPP PPNI.
Sebelum menjadi UU Kesehatan pada saat ini, diterangkannya PPNI telah menolak tegas atas Rancangan Undang-Undang (RUU) tersebut yang diinisiasi DPR dan dibahas oleh pemerintah, serta disahkan tanggal 11 Juli 2023 menjadi UU Kesehatan, kemudian diberlakukan pada 8 Agustus 2023, maka dengan demikian perlu untuk dipatuhi sebagai warga negara Indonesia.
Untuk itulah dijelaskannya, Undang-Undang (UU) tersebut sudah sah, maka sudah mengikat pada penduduk Indonesia maupun seluruh institusi terkait yang berada di negara Indonesia.
Dikatakannya sehubungan alasan penolakan pada saat itu, dikarenakan RUU Kesehatan itu akan mencabut UU No. 38 tentang Keperawatan, namun pada akhirnya memang UU Keperawatan benar adanya dicabut termasuk UU profesi nakes lainnya setelah pengesahan UU Kesehatan.
Menurutnya, setelah UU Kesehatan berlaku maka pada saat ini PPNI memposisikan sebagai profesi Perawat, tentu saja dikarenakan dari pihak pemerintah menyampaikan bahwa segala peraturan pelaksanaan dari UU yang sudah dicabut masih tetap berlaku, dan mengikuti syaratnya, dimana sepanjang tidak bertentangan dan sepanjang belum ada yang baru.
Dalam konsep hukum tata negara, Magister Hukum ini menyimpulkan bahwa yang semula PPNI punya UU Keperawatan, tapi saat ini sudah tidak punya UU Keperawatan lagi.
Ditambahkannya, yang mana semula PPNI punya kepastian hukum yang kuat, namun pada hari ini memang ada kepastian hukum tapi tidak ada sandaran yang kuat, dikarenakan ada dua hal tadi yaitu tidak bertentangan dan belum ada yang baru.
Diungkapkannya, tentu saja pengaturan terhadap profesi Perawat ini ada potensi untuk berubah-ubah dan mudah-mudahan berubah menjadi baik. Sementara jika terjadi perubahan yang berdampak kurang baik, maka tentunya PPNI akan terus mengadvokasi agar menjadi lebih baik melalui upaya atau perjuangan kembali.
“Walaupun Undang-Undang Kesehatan sudah disahkan, tentu kita harus mengkaji, manakala ada hal-hal yang memang merugikan hak fungsional dari profesi Perawat. Tentu kita akan lakukan langkah-langkah hukum,” sebutnya.
Pada kesempatan ini pula, Harif Fadhillah menyampaikan sikap dari PPNI setelah UU Kesehatan disahkan melalui Rapimnas PPNI sebelumnya, yang pertama dimana PPNI menghormati UU tersebut sebagai WNI yang tentunya akan mengikat ke seluruhnya.
Maka diharapkannya organisasi PPNI dan anggota tetap solid untuk sama-sama berjuang agar profesi Perawat mendapatkan pengakuan, dimana paling tidak setara dengan profesi lainnnya sebagaimana di negara maju.
“Oleh karena kita memerlukan teman Perawat untuk berkiprah, memberikan asupan kemudian berkontribusi pemikiran, sehingga dapat melakukan advokasi secara bersama-sama,” tuturnya.
Sikap kedua PPNI diucapkannya, bahwa setelah pencabutan UU Keperawatan dan UU lainnya, tentu akan juga berdampak yang menimbulkan permasalahan dalam hal implementasinya.
Tentunya PPNI berharap agar upaya untuk melakukan pembelaan dan fokus terhadap kepentingan anggota, sehingga diperlukan hubungan yang lebih baik lagi antara pengurus dan anggotanya.
Adapun kepentingan anggota, dicontohkannya dengan meneruskan Nursing Zoominar, termasuk melanjutkan peran Badan Bantuan Hukum (BBH) PPNI untuk mengawal para anggota Perawat yang mengalami masalah hukum.
Sementara sikap yang ketiga, dikatakannya PPNI hingga kini semakin mempertajam perjuangan kesejahteraan Perawat melalui advokasi terutama pada pihak swasta melalui pembuatan Struktur Skala Upah (SUSU) yang telah disampaikan kepada Kemenaker.
“Saat ini sedang menunggu surat edaran berkaitan hal itu dari Kemenaker kepada sektor swasta, agar dapat memberikan upah yang tidak melanggar hukum,” imbuhnya. (IR)
Sikap PPNI Tetap Peduli Kepentingan Anggota Setelah UU Kesehatan Disahkan
Infokom DPP PPNI - Kepedulian Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) terhadap kepentingan anggota terus berkesinambungan, meskipun Undang-Undang (UU) Kesehatan No.17 Tahun 2023 telah disahkan.
Sehubungan hal itu, Ketua Umum DPP PPNI Harif Fadhillah bersama Bapena PPNI kembali memberikan edukasi melalui Nursing Zoominar episode 352, mengangkat tema Perawat dalam Lingkup Pelayanan Kesehatan Pasca Terbitnya UU No.17 tahun 2023 tentang Kesehatan.
Dengan menghadirkan narasumber Purkon dan Ahmad Efendi Kasim selaku Anggota Departemen Hukum & Perundang-undangan DPP PPNI, serta Moderator Jasmen Ojak Haholongan Nadeak selaku Ketua Departemen Perundang-undangan DPP PPNI.
“Ini adalah hal pertama, kita membahas yang melibatkan pihak eksternal pengurus terkait dengan disahkan UU Kesehatan No.17 tahun 2023,” kata Harif Fadhillah dalam arahannya pada Nursing Zoominar ke 352, Rabu (16/8/2023).
“Saya ingin memberikan gambaran terkait dengan sikap PPNI terhadap UU Kesehatan No.17 tahun 2023,” lanjut Ketua Umum DPP PPNI.
Sebelum menjadi UU Kesehatan pada saat ini, diterangkannya PPNI telah menolak tegas atas Rancangan Undang-Undang (RUU) tersebut yang diinisiasi DPR dan dibahas oleh pemerintah, serta disahkan tanggal 11 Juli 2023 menjadi UU Kesehatan, kemudian diberlakukan pada 8 Agustus 2023, maka dengan demikian perlu untuk dipatuhi sebagai warga negara Indonesia.
Untuk itulah dijelaskannya, Undang-Undang (UU) tersebut sudah sah, maka sudah mengikat pada penduduk Indonesia maupun seluruh institusi terkait yang berada di negara Indonesia.
Dikatakannya sehubungan alasan penolakan pada saat itu, dikarenakan RUU Kesehatan itu akan mencabut UU No. 38 tentang Keperawatan, namun pada akhirnya memang UU Keperawatan benar adanya dicabut termasuk UU profesi nakes lainnya setelah pengesahan UU Kesehatan.
Menurutnya, setelah UU Kesehatan berlaku maka pada saat ini PPNI memposisikan sebagai profesi Perawat, tentu saja dikarenakan dari pihak pemerintah menyampaikan bahwa segala peraturan pelaksanaan dari UU yang sudah dicabut masih tetap berlaku, dan mengikuti syaratnya, dimana sepanjang tidak bertentangan dan sepanjang belum ada yang baru.
Dalam konsep hukum tata negara, Magister Hukum ini menyimpulkan bahwa yang semula PPNI punya UU Keperawatan, tapi saat ini sudah tidak punya UU Keperawatan lagi.
Ditambahkannya, yang mana semula PPNI punya kepastian hukum yang kuat, namun pada hari ini memang ada kepastian hukum tapi tidak ada sandaran yang kuat, dikarenakan ada dua hal tadi yaitu tidak bertentangan dan belum ada yang baru.
Diungkapkannya, tentu saja pengaturan terhadap profesi Perawat ini ada potensi untuk berubah-ubah dan mudah-mudahan berubah menjadi baik. Sementara jika terjadi perubahan yang berdampak kurang baik, maka tentunya PPNI akan terus mengadvokasi agar menjadi lebih baik melalui upaya atau perjuangan kembali.
“Walaupun Undang-Undang Kesehatan sudah disahkan, tentu kita harus mengkaji, manakala ada hal-hal yang memang merugikan hak fungsional dari profesi Perawat. Tentu kita akan lakukan langkah-langkah hukum,” sebutnya.
Pada kesempatan ini pula, Harif Fadhillah menyampaikan sikap dari PPNI setelah UU Kesehatan disahkan melalui Rapimnas PPNI sebelumnya, yang pertama dimana PPNI menghormati UU tersebut sebagai WNI yang tentunya akan mengikat ke seluruhnya.
Maka diharapkannya organisasi PPNI dan anggota tetap solid untuk sama-sama berjuang agar profesi Perawat mendapatkan pengakuan, dimana paling tidak setara dengan profesi lainnnya sebagaimana di negara maju.
“Oleh karena kita memerlukan teman Perawat untuk berkiprah, memberikan asupan kemudian berkontribusi pemikiran, sehingga dapat melakukan advokasi secara bersama-sama,” tuturnya.
Sikap kedua PPNI diucapkannya, bahwa setelah pencabutan UU Keperawatan dan UU lainnya, tentu akan juga berdampak yang menimbulkan permasalahan dalam hal implementasinya.
Tentunya PPNI berharap agar upaya untuk melakukan pembelaan dan fokus terhadap kepentingan anggota, sehingga diperlukan hubungan yang lebih baik lagi antara pengurus dan anggotanya.
Adapun kepentingan anggota, dicontohkannya dengan meneruskan Nursing Zoominar, termasuk melanjutkan peran Badan Bantuan Hukum (BBH) PPNI untuk mengawal para anggota Perawat yang mengalami masalah hukum.
Sementara sikap yang ketiga, dikatakannya PPNI hingga kini semakin mempertajam perjuangan kesejahteraan Perawat melalui advokasi terutama pada pihak swasta melalui pembuatan Struktur Skala Upah (SUSU) yang telah disampaikan kepada Kemenaker.
“Saat ini sedang menunggu surat edaran berkaitan hal itu dari Kemenaker kepada sektor swasta, agar dapat memberikan upah yang tidak melanggar hukum,” imbuhnya. (IR)