Infokom DPP PPNI - Inisiasi dan semangat Dewan Pengurus Pusat (DPP) Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk menyelamatkan UU No. 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan masih tetap konsisten dan berlanjut.
Sehubungan hal itu, Ketua Umum DPP PPNI Harif Fadhillah, Sekretaris Jenderal DPP PPNI Mustikasari, dan Bendahara Umum DPP PPNI Aprisunadi menggelar Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) II secara daring, dimana dikhususkan untuk membahas atau mengambil sikap tentang proses RUU Kesehatan dengan metode Omnibus Law yang saat ini sudah berproses di DPR RI.
Didampingi Ketua DPP Bidang Pemberdayaan Politik Oman Fathurohman, Ketua DPP PPNI Sistem Informasi dan Komunikasi Rohman Azzam, dan Ahmad Efendi Kasim selaku anggota Departemen Hukum dan Perundang-Undangan DPP PPNI di Graha PPNI Jakarta, Selasa (11/4/2023).
Sementara di ruang zoom peserta Rapimnas berasal dari Pengurus DPP PPNI, DPW, DPD seluruh Indonesia, termasuk DPLN Uni Emirat Arab, Qatar, Jepang, Arab Saudi dan Kuwait.
“Saya ingin mengajak saudara-saudara semua, bahwa mari kita jadikan prioritas perjuangan dalam menyikapi RUU Kesehatan Omnibus Law ini,” kata Harif Fadhillah saat membuka kegiatan Rapimnas di Graha PPNI Jakarta, Selasa (11/4).
“Ini bukan sesuatu yang remeh, bukan sesuatu yang kecil, ini adalah sangat mempengaruhi perkembangan profesi Perawat ke depan,” lanjutnya.
Oleh karena itu, gerakan nasional yang pernah dicanangkan pada saat Rapimnas pertama itu menurutnya memang kurang menggeliat.
“Sekarang saya berharap, ingin kita curahkan semua kepada proses saat ini, terbukti memang kalau kita mempertahankan itu akan sulit dari pada menempuh (berjuang),” ucapnya.
Dikatakannya, semangat mempertahankan UU Keperawatan ini sepertinya tidak begitu terlihat ada gerakan yang kuat, tentunya bukan dari PPNI saja.
Hingga hari ini dicontohkannya, PPNI belum melihat dari berbagai komponen keperawatan itu bersuara, baik itu mahasiswa maupun para akademisi keperawatan.
Namun sebaliknya, diungkapkannya bahwa tidak seperti pada waktu lalu memperjuangkan UU Keperawatan, maka seluruh komponen berbicara dan fokus bagaimana UU Keperawatan itu dapat lahir.
Saat ini sudah diketahui bahwa UU Keperawatan milik PPNI mau dicabut, namun tidak ada yang bicara, kecuali kita yang harus menyuarakan dan menentang atas penghapusan UU tersebut.
“Oleh karena itu sangat tergantung, dan ternyata pada kita (PPNI), tapi PPNI itu bukan hanya DPP, tapi juga DPW, DPD, DPK, Ikatan/himpunan, DPLN dan sebagainya,” tegas Harif Fadhillah.
“Saya mengajak teman-teman semua, mari kita fokuskan dalam beberapa bulan ini, seluruh curahan kita kepada proses ini,” sambung Doktor Keperawatan ini.
Diucapkannya, kalau PPNI mengabaikannya dan gagal, hal ini menjadi sejarah yang kelam bagi profesi keperawatan, yang sudah mulai dibangun sedemikian rupa, namun pada akhirnya tenggelam/hilang.
Ditambahkannya, selain bangga dengan jumlah anggota PPNI yang banyak, PPNI sangat membutuhkan pengakuan regulasi yang kuat terhadap profesi Perawat agar semakin diakui oleh masyarakat maupun pemerintah, dimana menjadi kebanggaan tersendiri setelah memiliki UU Keperawatan tersebut, seperti profesi-profesi lainnya.
Namun uniknya, dijelaskannya bahwa saat ini pemerintah dan DPR RI yang akan menghapus UU Keperawatan yang sudah ada.
Menurutnya pula, adanya makna tatanan esensial sehingga makna UU Keperawan terhadap profesi keperawatan itu yang harus diperjuangkan, dimana makna dari sebuah UU sebagaimana tujuan dari UU Keperawatan yang harus diperjuangkan.
Adapun makna dari UU Keperawatan itu disampaikannya, yaitu 1. Memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada Perawat dan masyarakat., 2. Untuk dapat meningkatkan profesionalisme Perawat., 3. Untuk memberikan kesempatan pelayanan keperawatan yang berkualitas, bertanggung jawab, bermutu, aman dan beretika, yang dilakukan oleh Perawat berkompeten dan bermoral yang tinggi.
“Kalau nantinya UU ini dicabut, walaupun ada PP, Permen, dan PP yang saat ini tetap berlaku, namun sandaran hukumnya tidak kuat lagi,” terang Harif Fadhillah.
“Tidak ada UU yang melandasinya, oleh karena itu profesi kita sangat rawan sekali untuk dimanipulasi, diobrak-abrik, sesuai dengan rezim yang akan berkuasa di masa mendatang atau saat ini,” tegasnya lagi.
Lanjutnya, siapapun rezimnya UU ini akan tumbuh dan berkembang sesuai dengan regulasi, pondasi, yang ditanamkan sebagaimana UU tersebut.
Diakuinya, memang UU Keperawatan saat ini masih ada kelemahannya dan tidak bisa memuaskan semua pihak, tetapi UU Keperawatan ini sudah ada lebih dari sekitar 80 % telah mengakomodir kebutuhan atas pengembangan profesi Perawat, dan tinggal 20% saja untuk menambahkan hal-hal mengenai kesejahteraan, kejelasan karier, dsbnya.
“Tapi kalau dihilangkan, definisi keperawatan saja dihilangkan, tempat praktik keperawatan definisinya dihilangkan, maka tempat praktek, praktek mandiri akan bermasalah dan apalagi kewenangannya,” sebutnya.
Untuk itulah Harif Fadhillah secara kontinyu bersosialisasi dalam memperjuangkan dan urgensinya untuk mempertahanakan UU Keperawatan.
“Saya berharap semua provinsi, semua kabupaten /kota menyuarakan ini, sebagai sebuah fokus perjuangkan kita,” harap Harif Fadhillah.
“Dan itu akan tertuju hasilnya nanti, apakah kita kompak, apakah kita semangat, apakah kita punya gairah untuk memperjuangkan ini,” ujarnya.
Ditegaskannya kembali bahwa belum ada kata terlambat, dimana proses UU Kesehatan itu saat ini sudah sampai pada penyerahan DIM oleh pemerintah kepada DPR, dan DPR sudah menentukan juga serta akan membahas panja oleh Komisi IX DPR RI.
Diinformasikannya, saat ini juga RUU Kesehatan sudah masuk pada pembicaraan tingkat pertama, dan pada hari Rabu (12/4/2023) PPNI diundang untuk memberikan masukan terhadap RUU Kesehatan tersebut.
Berkaitan dengan hal itu, maka diharapkannya semua Pengurus PPNI dapat menyikapi ini dan tentunya masih ada peluang-peluang untuk menyelamatkan UU Keperawatan.
“Saya mohon kiranya teman-teman memberikan masukan yang positip untuk bisa memberikan suatu guideline dan arah perjuangan kita, yang merupakan aspirasi dari seluruh Perawat yang ada di Indonesia,” tutupnya. (IR)
Harif Fadhillah Serukan Agar Fokus & Prioritaskan Berjuang Selamatkan UU Keperawatan
Infokom DPP PPNI - Inisiasi dan semangat Dewan Pengurus Pusat (DPP) Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk menyelamatkan UU No. 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan masih tetap konsisten dan berlanjut.
Sehubungan hal itu, Ketua Umum DPP PPNI Harif Fadhillah, Sekretaris Jenderal DPP PPNI Mustikasari, dan Bendahara Umum DPP PPNI Aprisunadi menggelar Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) II secara daring, dimana dikhususkan untuk membahas atau mengambil sikap tentang proses RUU Kesehatan dengan metode Omnibus Law yang saat ini sudah berproses di DPR RI.
Didampingi Ketua DPP Bidang Pemberdayaan Politik Oman Fathurohman, Ketua DPP PPNI Sistem Informasi dan Komunikasi Rohman Azzam, dan Ahmad Efendi Kasim selaku anggota Departemen Hukum dan Perundang-Undangan DPP PPNI di Graha PPNI Jakarta, Selasa (11/4/2023).
Sementara di ruang zoom peserta Rapimnas berasal dari Pengurus DPP PPNI, DPW, DPD seluruh Indonesia, termasuk DPLN Uni Emirat Arab, Qatar, Jepang, Arab Saudi dan Kuwait.
“Saya ingin mengajak saudara-saudara semua, bahwa mari kita jadikan prioritas perjuangan dalam menyikapi RUU Kesehatan Omnibus Law ini,” kata Harif Fadhillah saat membuka kegiatan Rapimnas di Graha PPNI Jakarta, Selasa (11/4).
“Ini bukan sesuatu yang remeh, bukan sesuatu yang kecil, ini adalah sangat mempengaruhi perkembangan profesi Perawat ke depan,” lanjutnya.
Oleh karena itu, gerakan nasional yang pernah dicanangkan pada saat Rapimnas pertama itu menurutnya memang kurang menggeliat.
“Sekarang saya berharap, ingin kita curahkan semua kepada proses saat ini, terbukti memang kalau kita mempertahankan itu akan sulit dari pada menempuh (berjuang),” ucapnya.
Dikatakannya, semangat mempertahankan UU Keperawatan ini sepertinya tidak begitu terlihat ada gerakan yang kuat, tentunya bukan dari PPNI saja.
Hingga hari ini dicontohkannya, PPNI belum melihat dari berbagai komponen keperawatan itu bersuara, baik itu mahasiswa maupun para akademisi keperawatan.
Namun sebaliknya, diungkapkannya bahwa tidak seperti pada waktu lalu memperjuangkan UU Keperawatan, maka seluruh komponen berbicara dan fokus bagaimana UU Keperawatan itu dapat lahir.
Saat ini sudah diketahui bahwa UU Keperawatan milik PPNI mau dicabut, namun tidak ada yang bicara, kecuali kita yang harus menyuarakan dan menentang atas penghapusan UU tersebut.
“Oleh karena itu sangat tergantung, dan ternyata pada kita (PPNI), tapi PPNI itu bukan hanya DPP, tapi juga DPW, DPD, DPK, Ikatan/himpunan, DPLN dan sebagainya,” tegas Harif Fadhillah.
“Saya mengajak teman-teman semua, mari kita fokuskan dalam beberapa bulan ini, seluruh curahan kita kepada proses ini,” sambung Doktor Keperawatan ini.
Diucapkannya, kalau PPNI mengabaikannya dan gagal, hal ini menjadi sejarah yang kelam bagi profesi keperawatan, yang sudah mulai dibangun sedemikian rupa, namun pada akhirnya tenggelam/hilang.
Ditambahkannya, selain bangga dengan jumlah anggota PPNI yang banyak, PPNI sangat membutuhkan pengakuan regulasi yang kuat terhadap profesi Perawat agar semakin diakui oleh masyarakat maupun pemerintah, dimana menjadi kebanggaan tersendiri setelah memiliki UU Keperawatan tersebut, seperti profesi-profesi lainnya.
Namun uniknya, dijelaskannya bahwa saat ini pemerintah dan DPR RI yang akan menghapus UU Keperawatan yang sudah ada.
Menurutnya pula, adanya makna tatanan esensial sehingga makna UU Keperawan terhadap profesi keperawatan itu yang harus diperjuangkan, dimana makna dari sebuah UU sebagaimana tujuan dari UU Keperawatan yang harus diperjuangkan.
Adapun makna dari UU Keperawatan itu disampaikannya, yaitu 1. Memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada Perawat dan masyarakat., 2. Untuk dapat meningkatkan profesionalisme Perawat., 3. Untuk memberikan kesempatan pelayanan keperawatan yang berkualitas, bertanggung jawab, bermutu, aman dan beretika, yang dilakukan oleh Perawat berkompeten dan bermoral yang tinggi.
“Kalau nantinya UU ini dicabut, walaupun ada PP, Permen, dan PP yang saat ini tetap berlaku, namun sandaran hukumnya tidak kuat lagi,” terang Harif Fadhillah.
“Tidak ada UU yang melandasinya, oleh karena itu profesi kita sangat rawan sekali untuk dimanipulasi, diobrak-abrik, sesuai dengan rezim yang akan berkuasa di masa mendatang atau saat ini,” tegasnya lagi.
Lanjutnya, siapapun rezimnya UU ini akan tumbuh dan berkembang sesuai dengan regulasi, pondasi, yang ditanamkan sebagaimana UU tersebut.
Diakuinya, memang UU Keperawatan saat ini masih ada kelemahannya dan tidak bisa memuaskan semua pihak, tetapi UU Keperawatan ini sudah ada lebih dari sekitar 80 % telah mengakomodir kebutuhan atas pengembangan profesi Perawat, dan tinggal 20% saja untuk menambahkan hal-hal mengenai kesejahteraan, kejelasan karier, dsbnya.
“Tapi kalau dihilangkan, definisi keperawatan saja dihilangkan, tempat praktik keperawatan definisinya dihilangkan, maka tempat praktek, praktek mandiri akan bermasalah dan apalagi kewenangannya,” sebutnya.
Untuk itulah Harif Fadhillah secara kontinyu bersosialisasi dalam memperjuangkan dan urgensinya untuk mempertahanakan UU Keperawatan.
“Saya berharap semua provinsi, semua kabupaten /kota menyuarakan ini, sebagai sebuah fokus perjuangkan kita,” harap Harif Fadhillah.
“Dan itu akan tertuju hasilnya nanti, apakah kita kompak, apakah kita semangat, apakah kita punya gairah untuk memperjuangkan ini,” ujarnya.
Ditegaskannya kembali bahwa belum ada kata terlambat, dimana proses UU Kesehatan itu saat ini sudah sampai pada penyerahan DIM oleh pemerintah kepada DPR, dan DPR sudah menentukan juga serta akan membahas panja oleh Komisi IX DPR RI.
Diinformasikannya, saat ini juga RUU Kesehatan sudah masuk pada pembicaraan tingkat pertama, dan pada hari Rabu (12/4/2023) PPNI diundang untuk memberikan masukan terhadap RUU Kesehatan tersebut.
Berkaitan dengan hal itu, maka diharapkannya semua Pengurus PPNI dapat menyikapi ini dan tentunya masih ada peluang-peluang untuk menyelamatkan UU Keperawatan.
“Saya mohon kiranya teman-teman memberikan masukan yang positip untuk bisa memberikan suatu guideline dan arah perjuangan kita, yang merupakan aspirasi dari seluruh Perawat yang ada di Indonesia,” tutupnya. (IR)