Infokom DPP PPNI - Upaya penolakan terhadap kehadiran RUU Kesehatan (Omnibus Law) bagi organisasi profesi kesehatan dan pihak terkait lainnya semakin berlanjut.
Sehubungan hal itu, Ketua Umum DPP PPNI Harif Fadhillah melibatkan Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI), Forum Peserta Jaminan Sosial, dan Masyarakat Konstitusi Indonesia, menggelar Mimbar Publik Episode II.
Kegiatan yang berlangsung secara daring dan luring menghadirkan narasumber Busyro Muqqodas (PP Muhammadiyah) dan Soni (Forum Peserta Jaminan Sosial) dengan tema Menyikapi isu-isu Hak-Hak Publik dan Hak Tenaga Medis/Tenaga Kesehatan dalam RUU Kesehatan (Omnibus Law).
“Yang dirasakan bersama dengan proses rancangan UU Kesehatan yang dibahas melalui mekanisme Omnibus Law menjadi catatan penting dan nampaknya satu konsep bahwa urgensi UU Kesehatan ini adalah lahir pada kondisi yang tidak sesuai dengan kondisinya,” terang Oman Fathurohman mewakili PPNI saat berlangsung Mimbar Publik episode II di Graha PPNI Jakarta, Rabu (29/3/2023).
Ketua DPP PPNI Bidang Pemberdayaan Politik ini mengungkapkan bahwa sebagai profesi kesehatan dimana telah berjuang bersama dalam rangka mengantarkan negeri Indonesia terbebas dari pandemi Covid-19. Tentunya dengan kemampuan yang hingga hari ini dijamin dengan Undang-Undang yang sudah ada (seperti UU Keperawatan, UU Kebidanan, dsbnya).
Dijelaskannya dan diketahui bersama bahwa UU yang ada sudah secara tegas dan jelas memberikan penguatan terhadap keberadaan organisasi profesi, adalah dengan memberikan ruang yang besar dalam rangka mengingatkan anggotanya dalam memberikan pelayanan.
“Maka organisasi melakukan aktivitasnya selalu menguatkan keberadaan dan hadir memperkuat posisi pelayanan yang terbaik,” tuturnya.
Oman Fathurohman menerangkan bahwa apapun yang dilakukan selama ini sudah baik dan sudah dijamin berdasarkan UU, maka dengan kehadiran UU Kesehatan nantinya, seakan-akan kembali ke jaman purbakala, dimana harus menghadirkan aturan-aturan baru.
Lanjutnya, UU yang sudah ada saat ini berkaitan hak-haknya sudah terjamin dengan baik terhadap tenaga kesehatan dengan mengutamakan pengembangan profesi, fasilitasi hukum, dan bermanfaat bagi masyarakat.
Sehubungan dengan RUU Kesehatan yang saat ini dalam pembahasan, maka diharapkannya agar sebaiknya pemerintah dan DPR melakukan kajian terhadap apa yang semestinya, dan didapatkan dengan baik bagi tenaga profesional itu yang menyangkut masalah jaminan sosial dan kesejahteraan.
Dengan demikian dikatakannya, agar idealnya UU saat ini itu diperkuat, diperjelas dan kemudian posisi UU yang sudah baik serta diimplementasikan sehingga dapat dirasakan manfaatnya oleh semua pihak.
Dikatakannya, organisasi profesi kesehatan memandang tentang pembahasan RUU Kesehatan itu terkesan bahwa urgensinya tidak tetap, terburu-buru, dan apa yang dilakukan oleh pemerintah maupun DPR hanya memenuhi asas formalitas saja.
“Jadi bukan menguatkan pada kepentingan sesungguhnya, sehingga kita semua diingatkan agar UU yang lahir itu tentunya harus dalam rangka penguatan, tanpa harus menghapuskan keberadaan UU yang sudah ada,” tegasnya.
“Sehingga kita bisa terus melakukan perbaikan, bisa melakukan upaya-upaya yang terbaik sambil kemudian menguatkan keberadaan kita,” lanjutnya.
Maka dari itu diharapkannya, agar lebih memperhatikan terhadap kepentingan yang luas, menerima saran dan masukan yang lebih komprehensif, sehingga UU atau produk hukum yang lahir benar-benar dapat muncul dan hadir sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Ketua Satgas RUU Kesehatan dari PPNI ini mengatakan bahwa upaya untuk menolak UU Kesehatan terus dilakukan selama ini agar tidak terjadi kegagalan di kemudian hari.
“Mudah-mudahan semuanya bisa disikapi dengan baik, jangan sampai keterburuan ini menghasilkan yang hanya sekedar menjadi produk gagal,” sebutnya.
Menurutnya, sebagai organisasi profesi terhadap proses RUU Kesehatan saat ini sepertinya tidak dapat menghentikannya, tetapi perlu juga dicermati dan dikaji ulang terhadap UU yang sudah ada.
“Jadi apa yang sudah baik rasanya bukan harus dihapuskan, tapi yang sudah baik itu diperkuat, namun yang belum ada, dilahirkan dalam kerangka menguatkan,” imbuhnya. (IR)
PPNI Gelar Mimbar Publik : Menyikapi Isu-Isu Hak Publik & Nakes Dalam UU Kesehatan
Infokom DPP PPNI - Upaya penolakan terhadap kehadiran RUU Kesehatan (Omnibus Law) bagi organisasi profesi kesehatan dan pihak terkait lainnya semakin berlanjut.
Sehubungan hal itu, Ketua Umum DPP PPNI Harif Fadhillah melibatkan Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI), Forum Peserta Jaminan Sosial, dan Masyarakat Konstitusi Indonesia, menggelar Mimbar Publik Episode II.
Kegiatan yang berlangsung secara daring dan luring menghadirkan narasumber Busyro Muqqodas (PP Muhammadiyah) dan Soni (Forum Peserta Jaminan Sosial) dengan tema Menyikapi isu-isu Hak-Hak Publik dan Hak Tenaga Medis/Tenaga Kesehatan dalam RUU Kesehatan (Omnibus Law).
“Yang dirasakan bersama dengan proses rancangan UU Kesehatan yang dibahas melalui mekanisme Omnibus Law menjadi catatan penting dan nampaknya satu konsep bahwa urgensi UU Kesehatan ini adalah lahir pada kondisi yang tidak sesuai dengan kondisinya,” terang Oman Fathurohman mewakili PPNI saat berlangsung Mimbar Publik episode II di Graha PPNI Jakarta, Rabu (29/3/2023).
Ketua DPP PPNI Bidang Pemberdayaan Politik ini mengungkapkan bahwa sebagai profesi kesehatan dimana telah berjuang bersama dalam rangka mengantarkan negeri Indonesia terbebas dari pandemi Covid-19. Tentunya dengan kemampuan yang hingga hari ini dijamin dengan Undang-Undang yang sudah ada (seperti UU Keperawatan, UU Kebidanan, dsbnya).
Dijelaskannya dan diketahui bersama bahwa UU yang ada sudah secara tegas dan jelas memberikan penguatan terhadap keberadaan organisasi profesi, adalah dengan memberikan ruang yang besar dalam rangka mengingatkan anggotanya dalam memberikan pelayanan.
“Maka organisasi melakukan aktivitasnya selalu menguatkan keberadaan dan hadir memperkuat posisi pelayanan yang terbaik,” tuturnya.
Oman Fathurohman menerangkan bahwa apapun yang dilakukan selama ini sudah baik dan sudah dijamin berdasarkan UU, maka dengan kehadiran UU Kesehatan nantinya, seakan-akan kembali ke jaman purbakala, dimana harus menghadirkan aturan-aturan baru.
Lanjutnya, UU yang sudah ada saat ini berkaitan hak-haknya sudah terjamin dengan baik terhadap tenaga kesehatan dengan mengutamakan pengembangan profesi, fasilitasi hukum, dan bermanfaat bagi masyarakat.
Sehubungan dengan RUU Kesehatan yang saat ini dalam pembahasan, maka diharapkannya agar sebaiknya pemerintah dan DPR melakukan kajian terhadap apa yang semestinya, dan didapatkan dengan baik bagi tenaga profesional itu yang menyangkut masalah jaminan sosial dan kesejahteraan.
Dengan demikian dikatakannya, agar idealnya UU saat ini itu diperkuat, diperjelas dan kemudian posisi UU yang sudah baik serta diimplementasikan sehingga dapat dirasakan manfaatnya oleh semua pihak.
Dikatakannya, organisasi profesi kesehatan memandang tentang pembahasan RUU Kesehatan itu terkesan bahwa urgensinya tidak tetap, terburu-buru, dan apa yang dilakukan oleh pemerintah maupun DPR hanya memenuhi asas formalitas saja.
“Jadi bukan menguatkan pada kepentingan sesungguhnya, sehingga kita semua diingatkan agar UU yang lahir itu tentunya harus dalam rangka penguatan, tanpa harus menghapuskan keberadaan UU yang sudah ada,” tegasnya.
“Sehingga kita bisa terus melakukan perbaikan, bisa melakukan upaya-upaya yang terbaik sambil kemudian menguatkan keberadaan kita,” lanjutnya.
Maka dari itu diharapkannya, agar lebih memperhatikan terhadap kepentingan yang luas, menerima saran dan masukan yang lebih komprehensif, sehingga UU atau produk hukum yang lahir benar-benar dapat muncul dan hadir sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Ketua Satgas RUU Kesehatan dari PPNI ini mengatakan bahwa upaya untuk menolak UU Kesehatan terus dilakukan selama ini agar tidak terjadi kegagalan di kemudian hari.
“Mudah-mudahan semuanya bisa disikapi dengan baik, jangan sampai keterburuan ini menghasilkan yang hanya sekedar menjadi produk gagal,” sebutnya.
Menurutnya, sebagai organisasi profesi terhadap proses RUU Kesehatan saat ini sepertinya tidak dapat menghentikannya, tetapi perlu juga dicermati dan dikaji ulang terhadap UU yang sudah ada.
“Jadi apa yang sudah baik rasanya bukan harus dihapuskan, tapi yang sudah baik itu diperkuat, namun yang belum ada, dilahirkan dalam kerangka menguatkan,” imbuhnya. (IR)