Infokom DPP PPNI - Keberadaan Badan Bantuan Hukum (BBH) Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) yang telah dibentuk Dewan Persatuan Pusat (DPP) PPNI sudah banyak membantu permasalahan hukum yang dialami anggotanya maupun PPNI sebagai organisasi.
Ketua Umum DPP PPNI Harif Fadhillah secara aktif menugaskan Tim BBH PPNI untuk membantu para anggota Perawat di tanah air dalam menyelesaikan permasalahan hukum, termasuk terakhir di wilayah Sumatera Utara.
Untuk memberikan pengetahuan atas kasus viral berkaitan ujaran kebencian yang disampaikan Ratu Entok melalui media sosial, dimana masyarakat keperawatan menyayangkan atas ungkapan yang mengandung ketersinggungan tersebut.
Sekaligus dalam upaya memberikan pencerahan kepada semua pihak atas kasus ini, maka Dewan Pengurus Wilayah (DPW) PPNI Sumatera Utara yang diketuai Mahsur Al Hazkiyani berinisiasi menggelar Talk Show #3 Kombur Ala Anak Medan, dengan tema “Ada Apa Dengan Tong Sampah, Mengapa Masuk Ke Ranah Hukum, Apa Kata Pakar”.
Berkaitan kegiatan yang dilakukan secara online menampilkan narasumber Redyanto Sidi (Ketua Pj Prodi Magister Hukum Kesehatan Pasca Sarjana Universitas Pembangunan Pasca Budi Medan), Maryanto (Sekretaris BBH PPNI), Jasmen O.H. Nadeak (Advokat dan Konsultan Hukum, Tim Hukum & Advokasi BBH PPNI), Hafizam Addini (Perwakilan BPJS Kesehatan), dan Rahmat Junjung M. Sianturi (Pengacara Ratu Entok).
Kegiatan yang berlangsung di hari Sabtu (22 Mei 2021) lalu berjalan baik dan dipandu oleh moderator Herman Sahrial Lubis (Pengurus DPW PPNI Sumatera Utara).
Setelah menjadi narasumber dalam kegiatan tersebut, selaku Sekretaris BBH PPNI dan juga sebagai Pelapor pada kasus ini di Polda Sumatera Utara, Maryanto dalam kesimpulannya, Senin (24/5/2021), mengatakan bahwa Organisasi Profesi PPNI membuka diri untuk dikritik dan juga menjadi pengkritik, namun sebaiknya bentuk kritikan dapat disampaikan secara bijak dan sesuai prosedur yang berlaku.
“PPNI tidak anti kritik, dan juga menjadi pengkritik aktif, jadi bedakan mana ujaran kebencian dan mana kebebasan berpendapat,” jelas Maryanto usai diskusi talkshow.
Berdasarkan pendapatnya bahwa ujaran kebencian adalah ancaman demokrasi.
"Jadi ujaran kebencian ya ujaran kebencian. Kebebasan pendapat diungkapkan secara nalar, dan bisa dipertanggungjawabkan. Kebebasan berpendapat itu dibatasi oleh kebebasan berpendapat orang lain, maka hakmu dibatasi oleh orang lain," ungkapnya.
lanjutnya, ujaran kebencian adalah bagaimana seseorang atau kelompok menyerang personal atau agama suatu kelompok dan dapat mengancam demokrasi dan HAM.
Menurut maryanto batasan-batasan antara ujaran kebencian dan kebebasan berpendapat dapat dilihat dari apakah ucapan tersebut mengandung unsur mengancam seseorang atau golongan tertentu, dan apakah ucapan tersebut juga mengandung unsur penghinaan kepada profesi mulia perawat.
“BBH telah mendengar aspirasi Perawat se Indonesia, maka kami pastikan kasus Ratu Entok untuk dilanjutkan pada proses hukum,” tutupnya. (IR)
BBH PPNI Ingin Lanjutkan Kasus Hukum Ratu Entok Atas Aspirasi Perawat
Infokom DPP PPNI - Keberadaan Badan Bantuan Hukum (BBH) Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) yang telah dibentuk Dewan Persatuan Pusat (DPP) PPNI sudah banyak membantu permasalahan hukum yang dialami anggotanya maupun PPNI sebagai organisasi.
Ketua Umum DPP PPNI Harif Fadhillah secara aktif menugaskan Tim BBH PPNI untuk membantu para anggota Perawat di tanah air dalam menyelesaikan permasalahan hukum, termasuk terakhir di wilayah Sumatera Utara.
Untuk memberikan pengetahuan atas kasus viral berkaitan ujaran kebencian yang disampaikan Ratu Entok melalui media sosial, dimana masyarakat keperawatan menyayangkan atas ungkapan yang mengandung ketersinggungan tersebut.
Sekaligus dalam upaya memberikan pencerahan kepada semua pihak atas kasus ini, maka Dewan Pengurus Wilayah (DPW) PPNI Sumatera Utara yang diketuai Mahsur Al Hazkiyani berinisiasi menggelar Talk Show #3 Kombur Ala Anak Medan, dengan tema “Ada Apa Dengan Tong Sampah, Mengapa Masuk Ke Ranah Hukum, Apa Kata Pakar”.
Berkaitan kegiatan yang dilakukan secara online menampilkan narasumber Redyanto Sidi (Ketua Pj Prodi Magister Hukum Kesehatan Pasca Sarjana Universitas Pembangunan Pasca Budi Medan), Maryanto (Sekretaris BBH PPNI), Jasmen O.H. Nadeak (Advokat dan Konsultan Hukum, Tim Hukum & Advokasi BBH PPNI), Hafizam Addini (Perwakilan BPJS Kesehatan), dan Rahmat Junjung M. Sianturi (Pengacara Ratu Entok).
Kegiatan yang berlangsung di hari Sabtu (22 Mei 2021) lalu berjalan baik dan dipandu oleh moderator Herman Sahrial Lubis (Pengurus DPW PPNI Sumatera Utara).
Setelah menjadi narasumber dalam kegiatan tersebut, selaku Sekretaris BBH PPNI dan juga sebagai Pelapor pada kasus ini di Polda Sumatera Utara, Maryanto dalam kesimpulannya, Senin (24/5/2021), mengatakan bahwa Organisasi Profesi PPNI membuka diri untuk dikritik dan juga menjadi pengkritik, namun sebaiknya bentuk kritikan dapat disampaikan secara bijak dan sesuai prosedur yang berlaku.
“PPNI tidak anti kritik, dan juga menjadi pengkritik aktif, jadi bedakan mana ujaran kebencian dan mana kebebasan berpendapat,” jelas Maryanto usai diskusi talkshow.
Berdasarkan pendapatnya bahwa ujaran kebencian adalah ancaman demokrasi.
"Jadi ujaran kebencian ya ujaran kebencian. Kebebasan pendapat diungkapkan secara nalar, dan bisa dipertanggungjawabkan. Kebebasan berpendapat itu dibatasi oleh kebebasan berpendapat orang lain, maka hakmu dibatasi oleh orang lain," ungkapnya.
lanjutnya, ujaran kebencian adalah bagaimana seseorang atau kelompok menyerang personal atau agama suatu kelompok dan dapat mengancam demokrasi dan HAM.
Menurut maryanto batasan-batasan antara ujaran kebencian dan kebebasan berpendapat dapat dilihat dari apakah ucapan tersebut mengandung unsur mengancam seseorang atau golongan tertentu, dan apakah ucapan tersebut juga mengandung unsur penghinaan kepada profesi mulia perawat.
“BBH telah mendengar aspirasi Perawat se Indonesia, maka kami pastikan kasus Ratu Entok untuk dilanjutkan pada proses hukum,” tutupnya. (IR)