Anggota DPR Komisi IX Setuju Usulan PPNI <p> <a href="" class="thickbox" title="" ><img src="" alt="" /> </a> <p><span style="text-align: justify;">Infokom DPP PPNI - Silaturahmi menjadi salah satu upaya untuk mendekatkan agar maksud</span><span style="mso-spacerun: yes;">  </span><span style="text-align: justify;">dan tujuan yang diinginkan dapat segera terlaksana.</span></p> <p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify;">Dalam perjalanan Dewan Pengurus Pusat (DPP) Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) telah berupaya optimal untuk menyampaikan aspirasi perawat secara langsung kepada Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu.</p> <p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify;">“Dalam pandangan saya silaturahmi itu penting, PPNI kan merupakan organisasi profesi besar yang mewakili jumlah anggota sangat besar. PPNI kesehariannya sebagai pilar dalam dunia kesehatan dan kemasyarakatan, dikarenakan peran sosial PPNI itu sangat besar yang selama ini kami amati lama sebelum UU Keperawatan lahir,” ungkap Nursuhud di kediaman rumah dinas Komplek DPR Kalibata, Jakarta, Selasa (9/4/2019).  </p> <p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify;">Angota Komisi IX DPR RI, yang sudah 3 periode menjadi wakil rakyat ini menjelaskan bahwa dalam sistem pemerintahan, Presiden memilki kewenangan untuk menyusun dan membahas UU. Pada prinsipnya Presiden memiliki mandat untuk membuat Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, termasuk juga Permen itu sebenarnya kewenangan Presiden yang didelegasikan kepada menteri.</p> <p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify;">“Memang sangat penting untuk berkomunikasi secara intens kepada Presiden sebagai pimpinan tertinggi pada tingkat kekuasaan eksekutif. Diupayakan selalu mengikuti,  berkomunikasi secara langsung dengan organisasi profesi terutama terkait dengan posisi OP mengenai berbagai peraturan, itu yang merupakan prinsip,” ucapnya.</p> <p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify;">Nursuhud mengangap, Presiden memang perlu mendorong percepatan-percepatan untuk aturan pelaksana pada setiap <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>bidang itu, yang artinya konsil keperawatan segera diperlukan, agar Presiden mendorong terhadap proses terbentuknya konsil keperawatan.</p> <p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify;">“Bagi kami sebagai Komisi IX DPR RI sejak lama mendorong konsil keperawatan segera dibentuk agar posisi transisi ini punya kejelasan, termasuk pihak-pihak mana yang mendapatkan mandat melakukan itu,” tegasnya.</p> <p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify;">Berkaitan dengan usulan PPNI kepada Presiden Joko Widodo dengan program satu Perawat dengan satu Desa, Anggota DPR ini menyetujui atas usulan yang disampaikan.</p> <p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify;">“Saya sangat mendukung dengan program satu perawat di pedesaan, bahkan kebutuhan itu tidak hanya satu perawat. Untuk daerah yang desa sangat luas, seperti Desa Tembok Rejo (Kab Banyuwangi) ada 30 ribuan jumlah penduduknya, bahkan ada satu dusun disana jumlahnya 12 ribu penduduk,” terang Nursuhud.</p> <p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify;">Nursuhud menekankan bahwa keinginan untuk program satu perawat pada setiap desa dapat ditambah jumlah perawatnya sehingga dapat disesuaikan dengan jumlah penduduk di desa tersebut atau menyesuaikan dengan populasinya.</p> <p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify;">“Program perawat ini wajib dijalankan. Hal ini sejalan pula dengan adanya dampak program promotif dan preventif akan berjalan dengan baik, dimana perawat menjadi garda terdepan di pedesaan,” harapnya.</p> <p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify;">Sehubungan dengan pembiayaan program perawat di desa dan kaitannya dengan pemerintahan desa. Ia berpendapat akan tidak menemui kendala yang berarti dengan ketentuan yang ada pada saat ini termasuk adanya dana desa.</p> <p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify;">“Dana desa itu dapat mencover kegiatan kesehatan di pedesaan. Kita juga dapat mengandalkan dari APBN, karena kewajiban dana 5 % dari APBN untuk bidang kesehatan. Untuk anggaran di Pemda, kewajiban 10 % dari APBD diperuntukkan pada bidang kesehatan. Saat ini saja anggaran untuk daerah, kisaran dana APBD sekitar 1 - 1,5 trilyun, jadi diperkirakan anggaran kesehatan di daerah setidaknya 100 - 150 milyar pertahun. Saya pikir itu dapat menopang kebutuhan yang ada,” ungkapnya.</p> <p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify;">Nursuhud menyarankan juga, selain program perawat di desa, perlu adanya penguatan dan publikasi untuk warga desa mengenai hak warga desa di bidang kesehatan, mungkin saat ini paling diketahui masalah hak tenaga kesehatan saja, sehingga penting adanya edukasi kepada warga di pedesaan dan diperlukan advokasi.</p> <p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify;">Menurutnya pula, dari program perawat itu perlu juga ada pertimbangan, diantaranya perawat yang ditugaskan penting wajib tinggal di desa sehingga perlu disediakan perumahan nantinya, tidak berpindah tempat jika sudah menjadi status karyawan, sehingga perlu ada peraturan yang mengikat, sekaligus dapat melakukan pendampingan secara utuh untuk terselenggaranya pembangunan bidang kesehatan.</p> <p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify;">“Secara umum, berdasarkan kunjungan dan pengalaman saya ke berbagai daerah, banyak warga desa mendukung adanya tenaga kesehatan bila berada di pedesaan,” ujarnya.</p> <p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify;">Pada kesempatan ini, Nursuhud berpendapat mengenai masih adanya RSUD di wilayah Sulawesi Barat yang membuka lowongan tenaga kesehatan secara sukarela tanpa gaji, perlu mendapat pengkajian mendalam, sementara aturan pengangkatan pegawai tenaga kesehatan sudah ada peraturannya.  </p> <p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify;">“Itu kan ada dua permasalahan, pertama adanya orang yang lulus pendidikan di bidang kesehatan dan terkadang menginginkan status menjadi pekerja, sementara yang kedua, pelayanan kesehatan dengan terbatas tenaga kesehatan yang memerlukan tenaga kesehatan lagi, jadi ketemulah dua kepentingan tersebut,” kata Nursuhud.</p> <p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify;">Pribadi yang biasa hidup sederhana ini mengatakan, bahwa masalah ini jangan hanya dilarang, tapi perlu adanya perubahan mendasar. Bagaimana menempatkan tenaga honorer dan jangan terpaku dengan peraturan, jadi aturan itu mengikuti kebutuhan atau jangan aturan dibuat tidak disesuaikan atau kaku dengan kebutuhan.  </p> <p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify;">“Kita sering adanya peraturan, tapi kaku terhadap kebutuhan, padahal semua peraturan itu dapat disesuaikan atau diselaraskan dengan kebutuhan di masyarakat. Perlu diketahui, UUD aja dapat diamandemen, apalagi ada peraturan menteri, misalnya saja dapat diperbaiki atau dirubah, bila tidak sesuai di lapangan, termasuk dalam rangka melakukan pelayanan kesehatan,” tutupnya. (IR) </p> <p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify;"> </p> <p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify;"> </p> <p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify;"> </p> <p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify;"> </p> <p class="MsoListParagraphCxSpMiddle"> </p> <p class="MsoListParagraphCxSpMiddle"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span></p> <p class="MsoListParagraphCxSpMiddle"> </p> <p class="MsoListParagraphCxSpLast"> </p> <p> </p> </p>

Anggota DPR Komisi IX Setuju Usulan PPNI

Infokom DPP PPNI - Silaturahmi menjadi salah satu upaya untuk mendekatkan agar maksud  dan tujuan yang diinginkan dapat segera terlaksana.

Dalam perjalanan Dewan Pengurus Pusat (DPP) Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) telah berupaya optimal untuk menyampaikan aspirasi perawat secara langsung kepada Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu.

“Dalam pandangan saya silaturahmi itu penting, PPNI kan merupakan organisasi profesi besar yang mewakili jumlah anggota sangat besar. PPNI kesehariannya sebagai pilar dalam dunia kesehatan dan kemasyarakatan, dikarenakan peran sosial PPNI itu sangat besar yang selama ini kami amati lama sebelum UU Keperawatan lahir,” ungkap Nursuhud di kediaman rumah dinas Komplek DPR Kalibata, Jakarta, Selasa (9/4/2019).  

Angota Komisi IX DPR RI, yang sudah 3 periode menjadi wakil rakyat ini menjelaskan bahwa dalam sistem pemerintahan, Presiden memilki kewenangan untuk menyusun dan membahas UU. Pada prinsipnya Presiden memiliki mandat untuk membuat Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, termasuk juga Permen itu sebenarnya kewenangan Presiden yang didelegasikan kepada menteri.

“Memang sangat penting untuk berkomunikasi secara intens kepada Presiden sebagai pimpinan tertinggi pada tingkat kekuasaan eksekutif. Diupayakan selalu mengikuti,  berkomunikasi secara langsung dengan organisasi profesi terutama terkait dengan posisi OP mengenai berbagai peraturan, itu yang merupakan prinsip,” ucapnya.

Nursuhud mengangap, Presiden memang perlu mendorong percepatan-percepatan untuk aturan pelaksana pada setiap  bidang itu, yang artinya konsil keperawatan segera diperlukan, agar Presiden mendorong terhadap proses terbentuknya konsil keperawatan.

“Bagi kami sebagai Komisi IX DPR RI sejak lama mendorong konsil keperawatan segera dibentuk agar posisi transisi ini punya kejelasan, termasuk pihak-pihak mana yang mendapatkan mandat melakukan itu,” tegasnya.

Berkaitan dengan usulan PPNI kepada Presiden Joko Widodo dengan program satu Perawat dengan satu Desa, Anggota DPR ini menyetujui atas usulan yang disampaikan.

“Saya sangat mendukung dengan program satu perawat di pedesaan, bahkan kebutuhan itu tidak hanya satu perawat. Untuk daerah yang desa sangat luas, seperti Desa Tembok Rejo (Kab Banyuwangi) ada 30 ribuan jumlah penduduknya, bahkan ada satu dusun disana jumlahnya 12 ribu penduduk,” terang Nursuhud.

Nursuhud menekankan bahwa keinginan untuk program satu perawat pada setiap desa dapat ditambah jumlah perawatnya sehingga dapat disesuaikan dengan jumlah penduduk di desa tersebut atau menyesuaikan dengan populasinya.

“Program perawat ini wajib dijalankan. Hal ini sejalan pula dengan adanya dampak program promotif dan preventif akan berjalan dengan baik, dimana perawat menjadi garda terdepan di pedesaan,” harapnya.

Sehubungan dengan pembiayaan program perawat di desa dan kaitannya dengan pemerintahan desa. Ia berpendapat akan tidak menemui kendala yang berarti dengan ketentuan yang ada pada saat ini termasuk adanya dana desa.

“Dana desa itu dapat mencover kegiatan kesehatan di pedesaan. Kita juga dapat mengandalkan dari APBN, karena kewajiban dana 5 % dari APBN untuk bidang kesehatan. Untuk anggaran di Pemda, kewajiban 10 % dari APBD diperuntukkan pada bidang kesehatan. Saat ini saja anggaran untuk daerah, kisaran dana APBD sekitar 1 - 1,5 trilyun, jadi diperkirakan anggaran kesehatan di daerah setidaknya 100 - 150 milyar pertahun. Saya pikir itu dapat menopang kebutuhan yang ada,” ungkapnya.

Nursuhud menyarankan juga, selain program perawat di desa, perlu adanya penguatan dan publikasi untuk warga desa mengenai hak warga desa di bidang kesehatan, mungkin saat ini paling diketahui masalah hak tenaga kesehatan saja, sehingga penting adanya edukasi kepada warga di pedesaan dan diperlukan advokasi.

Menurutnya pula, dari program perawat itu perlu juga ada pertimbangan, diantaranya perawat yang ditugaskan penting wajib tinggal di desa sehingga perlu disediakan perumahan nantinya, tidak berpindah tempat jika sudah menjadi status karyawan, sehingga perlu ada peraturan yang mengikat, sekaligus dapat melakukan pendampingan secara utuh untuk terselenggaranya pembangunan bidang kesehatan.

“Secara umum, berdasarkan kunjungan dan pengalaman saya ke berbagai daerah, banyak warga desa mendukung adanya tenaga kesehatan bila berada di pedesaan,” ujarnya.

Pada kesempatan ini, Nursuhud berpendapat mengenai masih adanya RSUD di wilayah Sulawesi Barat yang membuka lowongan tenaga kesehatan secara sukarela tanpa gaji, perlu mendapat pengkajian mendalam, sementara aturan pengangkatan pegawai tenaga kesehatan sudah ada peraturannya.  

“Itu kan ada dua permasalahan, pertama adanya orang yang lulus pendidikan di bidang kesehatan dan terkadang menginginkan status menjadi pekerja, sementara yang kedua, pelayanan kesehatan dengan terbatas tenaga kesehatan yang memerlukan tenaga kesehatan lagi, jadi ketemulah dua kepentingan tersebut,” kata Nursuhud.

Pribadi yang biasa hidup sederhana ini mengatakan, bahwa masalah ini jangan hanya dilarang, tapi perlu adanya perubahan mendasar. Bagaimana menempatkan tenaga honorer dan jangan terpaku dengan peraturan, jadi aturan itu mengikuti kebutuhan atau jangan aturan dibuat tidak disesuaikan atau kaku dengan kebutuhan.  

“Kita sering adanya peraturan, tapi kaku terhadap kebutuhan, padahal semua peraturan itu dapat disesuaikan atau diselaraskan dengan kebutuhan di masyarakat. Perlu diketahui, UUD aja dapat diamandemen, apalagi ada peraturan menteri, misalnya saja dapat diperbaiki atau dirubah, bila tidak sesuai di lapangan, termasuk dalam rangka melakukan pelayanan kesehatan,” tutupnya. (IR)