Infokom DPP PPNI - Mayoritas penduduk muslim di Indonesia menjadi barometer untuk menggunakan produk yang berlabel halal. Dengan adanya program pemerintah untuk membantu memberikan kesehatan bagi masyarakat yang memilki anak untuk menerima asupan atau pemberian imunisasi Measles Rubella (MR) agar anak mempunyai kekebalan terhadapa penyakit campak dan campak german. Untuk itulah semua pihak yang terkait dilibatkan untuk menentukan keamanan maupun kehalalan dari penggunaan imunisasi tersebut.
Pelaksanaan pemberian imunisasi telah dilakukan pada tahun 2017 di 6 Provinsi di Pulau Jawa dan tahun 2018 di 28 provinsi di luar Pulau Jawa.
Dalam hal ini, Kementerian Kesehatan RI bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI) berupaya bersama guna mendukung program imunisasi berjalan baik, salah satunya melalui harmonisasi bidang keagamaan dalam pelaksanaan program kesehatan, khususnya dalam upaya untuk mempercepat sertifikasi halal vaksin MR hingga terbitnya Fatwa MUI Nomor 33 Tahun 2018 tentang Penggunaan Vaksin MR produk dari Serum Institute India (SII) untuk Imunisasi.
Kementerian Kesehatan RI (24/7/2018) mengajukan permohonan kesempatan bersilaturahmi sekaligus berkonsultasi keagamaan terkait kegiatan kampanye imunisasi MR fase II yang dilaksanakan pada Agustus dan September 2018 di 28 Provinsi di luar pulau Jawa.
Hal ini dilakukan guna menindaklanjuti Fatwa MUI Nomor 4 tahun 2016 tentang Imunisasi dan rekomendasi MUI pada 31 Juli 2017 tentang penyelenggaraan imunisasi Measles Rubella (MR) tahun 2017 dan 2018.
Di saat yang hampir bersamaan, Ketua MUI juga mengirimkan surat kepada Menteri Kesehatan RI mengingatkan ketentuan UU No 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal pada 27 Juli 2018.
Seminggu berselang, pertemuan silaturahmi dilakukan antara Menteri Kesehatan RI, Prof. Dr. dr. Nila Farid Moeloek, Sp.M(K) dengan Ketua Umum MUI, K.H. Ma’ruf Amin. Pada kesempatan tersebut hadir pula Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI, dr. Anung Sugihantono, M.Kes dan Direktur Utama PT Biofarma, M. Rahman Roestan, jajaran wakil ketua MUI, perwakilan LPPOM MUI dan Komisi Fatwa MUI untuk bersama-sama berdiskusi terkait pelaksanaan Imunisasi MR yang bertempat di Gedung MUI.
Di dalam pertemuan tersebut, MUI memberikan masukan bahwa penentuan kehalalan/keharaman sebuah produk, terutama produk biologis membutuhkan informasi yang menyeluruh, tidak hanya mengenai kandungannya saja, namun sejak proses bibit dibiakkan.
Dalam rangka mempercepat proses sertifikasi, Menteri Kesehatan RI, atas nama negara, berkomunikasi langsung dengan SII untuk meminta dukungan dalam proses sertifikasi halal vaksin MR, sekaligus meminta informasi yang dibutuhkan agar dapat dikirimkan langsung kepada Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) MUI.
Sementara berproses, kegiatan pemberian imunisasi MR tetap dilaksanakan utamanya bagi masyarakat atau sasaran yang tidak memiliki keterikatan aspek syar’i.
Sementara itu, Menteri Kesehatan RI Nila Farid Moeloek, (6/8/2018) bersurat kepada Serum Institute of India (SII) terkait permohonan informasi terkait vaksin. Pada tanggal yang sama, Menteri Kesehatan RI juga membuat Surat Edaran yang ditujukan kepada seluruh Gubernur dan Bupati/Walikota di seluruh Indonesia terkait Pelaksanaan Kampanye Imunisasi Measles Rubella Fase 2.
Sehari setelahnya, Menteri Kesehatan RI menerima jawaban dari pihak SII, yang berisi bahwa pihaknya akan berkomunikasi secara langsung dengan LPPOM MUI dan Biofarma dalam rangka mendukung proses sertifikasi halal vaksin MR dan program kampanye imunisasi MR di Indonesia.
Kemudian di minggu berikutnya, Ombudsman memberikan dukungannya dengan memprakarsai pertemuan membahas pelaksanaan imunisasi MR yang dihadiri oleh Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Biofarma dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
Kegiatan ini dipimpin oleh Dadan Suharmawijaya (anggota Ombudsman), dihadiri oleh perwakilan Kemenkes (Dirjen P2P, Direktur SKK, Karokomyanmas), MUI, BPOM dan Biofarma. Dalam hal ini, Ombudsman mendukung pelaksanaan imunisasi tersebut guna meningkatkan kekebalan tubuh anak terhadap bahaya penyakit Campak dan Rubella.
Untuk itu pula, Komisi Fatwa MUI menyelenggarakan rapat pleno yang dipimpin oleh Sekretaris Komisi fatwa MUI, yaitu K.H. Asrorum Niam dengan mengundang narasumber dari Kemenkes, Biofarma, ITAGI, IDAI, dan Komnas KIPI pada 17 Agustus 2018. Agenda rapat pleno tersebut yaitu mendengarkan pihak berkompeten tentang imunisasi MR.
Rapat pleno Komisi Fatwa MUI, (20/8/2018) membahas dan menetapkan Fatwa MUI Nomor 33 Tahun 2018 tentang penggunaan vaksin MR produksi SII untuk Imunisasi. MUI menekankan bahwa Fatwa MUI perlu dijelaskan secara utuh redaksinya agar penerimaan di daerah dan masyarakat tidak parsial.
Fatwa MUI ini menjadi pijakan sekaligus juga panduan bagi pemerintah di dalam pelaksanaan imunisasi MR juga rujukan bagi masyarakat, khususnya bagi masyarakat muslim untuk tidak ragu lagi mengikuti imunisasi MR dengan vaksin yang sudah disediakan pemerintah.
Berdasarkan kajian oleh LPPOM MUI yang disampaikan kepada Komisi Fatwa MUI mencatat bahwa di dalam produksinya, vaksin MR produksi SII memanfaatkan (bukan mengandung) unsur haram, maka tidak dapat disertifikasi halal. Akan tetapi fakta saat ini, berdasarkan informasi dari ahli yang kompeten dan kredibel ada urgensi untuk melaksanakan program imunisasi karena jika tidak akan menyebabkan bahaya (hilangnya nyawa dan atau kecacatan permanen) yang meresahkan kesehatan masyarakat.
Dalam kesimpulannya, penggunaan vaksin MR produksi SII untuk program imunisasi dibolehkan didasarkan pada tiga alasan, yaitu memenuhi ketentuan dlarurat syar’iiyah, belum adanya alternatif vaksin yang halal dan suci, dan adanya keterangan ahli yang kompeten tentang bahaya yang bisa ditimbulkan. Namun, kebolehan penggunaan vaksin MR sebagaimana dimaksud tidak berlaku jika di kemudian hari ditemukan vaksin MR yang halal dan suci.
Kementerian Kesehatan memprakarsai sebuah pertemuan yang dihadiri perwakilan dari Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Direksi PT. Biofarma, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), UNICEF, WHO, serta para Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
Pada pertemuan tersebut, telah disepakati untuk bersinergi, baik jajaran Dinas Kesehatan maupun jajaran MUI di daerah serta organisasi profesi akan mendukung, mensosialisasikan, dan mengimplementasikan Fatwa yang telah dikeluarkan oleh MUI Pusat untuk bersama-sama mensukseskan program imunisasi MR dalam kapasitas masing-masing untuk kepentingan kesehatan masyarakat di Indonesia. (IM)
Sumber : Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kemenkes RI
Ini Seputar Sertifikasi Halal Penggunaan Vaksin MR
Infokom DPP PPNI - Mayoritas penduduk muslim di Indonesia menjadi barometer untuk menggunakan produk yang berlabel halal. Dengan adanya program pemerintah untuk membantu memberikan kesehatan bagi masyarakat yang memilki anak untuk menerima asupan atau pemberian imunisasi Measles Rubella (MR) agar anak mempunyai kekebalan terhadapa penyakit campak dan campak german. Untuk itulah semua pihak yang terkait dilibatkan untuk menentukan keamanan maupun kehalalan dari penggunaan imunisasi tersebut.
Pelaksanaan pemberian imunisasi telah dilakukan pada tahun 2017 di 6 Provinsi di Pulau Jawa dan tahun 2018 di 28 provinsi di luar Pulau Jawa.
Dalam hal ini, Kementerian Kesehatan RI bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI) berupaya bersama guna mendukung program imunisasi berjalan baik, salah satunya melalui harmonisasi bidang keagamaan dalam pelaksanaan program kesehatan, khususnya dalam upaya untuk mempercepat sertifikasi halal vaksin MR hingga terbitnya Fatwa MUI Nomor 33 Tahun 2018 tentang Penggunaan Vaksin MR produk dari Serum Institute India (SII) untuk Imunisasi.
Kementerian Kesehatan RI (24/7/2018) mengajukan permohonan kesempatan bersilaturahmi sekaligus berkonsultasi keagamaan terkait kegiatan kampanye imunisasi MR fase II yang dilaksanakan pada Agustus dan September 2018 di 28 Provinsi di luar pulau Jawa.
Hal ini dilakukan guna menindaklanjuti Fatwa MUI Nomor 4 tahun 2016 tentang Imunisasi dan rekomendasi MUI pada 31 Juli 2017 tentang penyelenggaraan imunisasi Measles Rubella (MR) tahun 2017 dan 2018.
Di saat yang hampir bersamaan, Ketua MUI juga mengirimkan surat kepada Menteri Kesehatan RI mengingatkan ketentuan UU No 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal pada 27 Juli 2018.
Seminggu berselang, pertemuan silaturahmi dilakukan antara Menteri Kesehatan RI, Prof. Dr. dr. Nila Farid Moeloek, Sp.M(K) dengan Ketua Umum MUI, K.H. Ma’ruf Amin. Pada kesempatan tersebut hadir pula Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI, dr. Anung Sugihantono, M.Kes dan Direktur Utama PT Biofarma, M. Rahman Roestan, jajaran wakil ketua MUI, perwakilan LPPOM MUI dan Komisi Fatwa MUI untuk bersama-sama berdiskusi terkait pelaksanaan Imunisasi MR yang bertempat di Gedung MUI.
Di dalam pertemuan tersebut, MUI memberikan masukan bahwa penentuan kehalalan/keharaman sebuah produk, terutama produk biologis membutuhkan informasi yang menyeluruh, tidak hanya mengenai kandungannya saja, namun sejak proses bibit dibiakkan.
Dalam rangka mempercepat proses sertifikasi, Menteri Kesehatan RI, atas nama negara, berkomunikasi langsung dengan SII untuk meminta dukungan dalam proses sertifikasi halal vaksin MR, sekaligus meminta informasi yang dibutuhkan agar dapat dikirimkan langsung kepada Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) MUI.
Sementara berproses, kegiatan pemberian imunisasi MR tetap dilaksanakan utamanya bagi masyarakat atau sasaran yang tidak memiliki keterikatan aspek syar’i.
Sementara itu, Menteri Kesehatan RI Nila Farid Moeloek, (6/8/2018) bersurat kepada Serum Institute of India (SII) terkait permohonan informasi terkait vaksin. Pada tanggal yang sama, Menteri Kesehatan RI juga membuat Surat Edaran yang ditujukan kepada seluruh Gubernur dan Bupati/Walikota di seluruh Indonesia terkait Pelaksanaan Kampanye Imunisasi Measles Rubella Fase 2.
Sehari setelahnya, Menteri Kesehatan RI menerima jawaban dari pihak SII, yang berisi bahwa pihaknya akan berkomunikasi secara langsung dengan LPPOM MUI dan Biofarma dalam rangka mendukung proses sertifikasi halal vaksin MR dan program kampanye imunisasi MR di Indonesia.
Kemudian di minggu berikutnya, Ombudsman memberikan dukungannya dengan memprakarsai pertemuan membahas pelaksanaan imunisasi MR yang dihadiri oleh Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Biofarma dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
Kegiatan ini dipimpin oleh Dadan Suharmawijaya (anggota Ombudsman), dihadiri oleh perwakilan Kemenkes (Dirjen P2P, Direktur SKK, Karokomyanmas), MUI, BPOM dan Biofarma. Dalam hal ini, Ombudsman mendukung pelaksanaan imunisasi tersebut guna meningkatkan kekebalan tubuh anak terhadap bahaya penyakit Campak dan Rubella.
Untuk itu pula, Komisi Fatwa MUI menyelenggarakan rapat pleno yang dipimpin oleh Sekretaris Komisi fatwa MUI, yaitu K.H. Asrorum Niam dengan mengundang narasumber dari Kemenkes, Biofarma, ITAGI, IDAI, dan Komnas KIPI pada 17 Agustus 2018. Agenda rapat pleno tersebut yaitu mendengarkan pihak berkompeten tentang imunisasi MR.
Rapat pleno Komisi Fatwa MUI, (20/8/2018) membahas dan menetapkan Fatwa MUI Nomor 33 Tahun 2018 tentang penggunaan vaksin MR produksi SII untuk Imunisasi. MUI menekankan bahwa Fatwa MUI perlu dijelaskan secara utuh redaksinya agar penerimaan di daerah dan masyarakat tidak parsial.
Fatwa MUI ini menjadi pijakan sekaligus juga panduan bagi pemerintah di dalam pelaksanaan imunisasi MR juga rujukan bagi masyarakat, khususnya bagi masyarakat muslim untuk tidak ragu lagi mengikuti imunisasi MR dengan vaksin yang sudah disediakan pemerintah.
Berdasarkan kajian oleh LPPOM MUI yang disampaikan kepada Komisi Fatwa MUI mencatat bahwa di dalam produksinya, vaksin MR produksi SII memanfaatkan (bukan mengandung) unsur haram, maka tidak dapat disertifikasi halal. Akan tetapi fakta saat ini, berdasarkan informasi dari ahli yang kompeten dan kredibel ada urgensi untuk melaksanakan program imunisasi karena jika tidak akan menyebabkan bahaya (hilangnya nyawa dan atau kecacatan permanen) yang meresahkan kesehatan masyarakat.
Dalam kesimpulannya, penggunaan vaksin MR produksi SII untuk program imunisasi dibolehkan didasarkan pada tiga alasan, yaitu memenuhi ketentuan dlarurat syar’iiyah, belum adanya alternatif vaksin yang halal dan suci, dan adanya keterangan ahli yang kompeten tentang bahaya yang bisa ditimbulkan. Namun, kebolehan penggunaan vaksin MR sebagaimana dimaksud tidak berlaku jika di kemudian hari ditemukan vaksin MR yang halal dan suci.
Kementerian Kesehatan memprakarsai sebuah pertemuan yang dihadiri perwakilan dari Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Direksi PT. Biofarma, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), UNICEF, WHO, serta para Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
Pada pertemuan tersebut, telah disepakati untuk bersinergi, baik jajaran Dinas Kesehatan maupun jajaran MUI di daerah serta organisasi profesi akan mendukung, mensosialisasikan, dan mengimplementasikan Fatwa yang telah dikeluarkan oleh MUI Pusat untuk bersama-sama mensukseskan program imunisasi MR dalam kapasitas masing-masing untuk kepentingan kesehatan masyarakat di Indonesia. (IM)
Sumber : Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kemenkes RI