Infokom DPP PPNI - Berbagai permasalahan kesehatan yang diakibatkan dari dampak pandemi Covid-19 berkepanjangan.
Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Maria Endang Sumiwi mengatakan bahwa dalam beberapa tahun terakhir presentase masyarakat yang mengalami gangguan kesehatan mental meningkat.
Melalui Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dilakukan Kementerian Kesehatan tahun 2018 Gangguan mental emosional pada penduduk usia dibawah 15 tahun, juga naik dari 6,1% atau sekitar 12 juta penduduk (Riskesdas 2013) menjadi 9,8% atau sekitar 20 juta penduduk.
Berdasarkan prevalensi Rumah Tangga dengan anggota menderita gangguan jiwa skizofrenia meningkat dari 1,7 permil menjadi 7 permil di tahun 2018.
“Kondisi ini diperburuk dengan adanya Covid-19. Saat pandemi, masalah gangguan kesehatan jiwa dilaporkan meningkat sebesar 64,3% baik karena menderita penyakit Covid-19 maupun masalah sosial ekonomi sebagai dampak dari pandemi,” ungkap Dirjen Endang.
Makin tingginya presentase masalah kesehatan jiwa, lanjut Dirjen Endang disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satunya ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan tenaga psikolog yang masih kurang.
“Kita juga melihat dari data-data pelayanan yang ada, saat ini baru sekitar 50% dari 10.321 unit Puskesmas kita yang mampu memberikan pelayanan kesehatan jiwa,” ujar Dirjen Endang.
Sementara sisanya belum memiliki layanan kesehatan jiwa. Pun dengan layanan kesehatan jiwa di RS, jumlahnya juga belum merata. Masih ada 4 provinsi yang belum memiliki RS Jiwa dan baru 40% RS Umum yang ada fasilitas pelayanan Jiwa.
Berbanding lurus dengan ketersediaan pelayanan kesehatan jiwa di fasyankes dan Puskesmas, jumlah psikiater yang ada saat ini belum mencukupi.
Rasio psikiater di Indonesia masih sangat timpang yakni 1:200.000 penduduk. Artinya setiap 1 psikiater harus melayani 200.000 penduduk. Rasio ini masih jauh dari standar WHO yang mensyaratkan rasio psikiater dan jumlah penduduk idealnya 1:30.000.
Tak hanya dari sisi jumlah, sebaran psikiater juga belum merata. Masih terkonsentrasi di kota-kota besar saja.
“Untuk itu peringatan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia menjadi momentum penting untuk memperkuat jejaring layanan kesehatan Jiwa mulai dari tingkat masyarakat, Puskesmas sampai RS Rujukan,” terang Dirjen Endang.
Jejaring tersebut, lanjut Dirjen Endang merupakan bagian dari transformasi layanan rujukan yang yang bertujuan untuk memperluas sekaligus mempermudah akses masyarakat terhadap layanan kesehatan jiwa.
“Kita butuh kerja sama yang kuat, karena kalau hanya mengandalkan jumlah psikiater yang ada, (penanganan kesehatan mental) akan membutuhkan waktu yang lama. Sehingga kita harus membuat terobosan, bagaimana caranya supaya beban kesehatan jiwa bisa kita atasi dengan jejaring yang ada saat ini,” kata Dirjen Endang.
Selain itu, Wamenkes menjelaskan perluasan jejaring pelayanan kesehatan jiwa tersebut, merupakan bagian dari 3 strategi utama yang dicanangkan Kementerian Kesehatan untuk mengurai masalah kesehatan yang ada yakni advokasi, kemitraan dan pemberdayaan masyarakat.
Pihaknya menekankan ketiga strategi utama tersebut harus dikolaborasikan secara pentahelix yakni antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, perguruan tinggi, swasta, organisasi profesi, media massa, serta donor agensi, organisasi masa, LSM yang melakukan upaya kesehatan jiwa secara terpadu dan terintegrasi.
“Kolaborasi ini mutlak diperlukan dalam rangka mempercepat pencapaian target pembangunan kesehatan di Indonesia,” terang Wamenkes.
Dirinya berharap berbagai upaya pencegahan dan pengendalian kesehatan jiwa yang dilakukan dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat melalui pendekatan pentahelix kolaborasi berbasis komunitas mampu menghasilkan generasi penerus bangsa yang berkualitas.
“Saya berharap acara puncak Hari Kesehatan Jiwa Sedunia, kian memantapkan komitmen dan tekad kita untuk mencapai Indonesia emas 2045 dengan menciptakan SDM Indonesia yang sehat, berkualitas, dan unggul,” tutup Wamenkes.
Hari Kesehatan Jiwa Sedunia diperingati setiap tanggal 10 Oktober setiap tahunnya, dengan tujuan meningkatkan pengetahuan, kemauan, kemampuan, kesadaran dan kepedulian masyarakat akan pentingnya kesehatan jiwa.
Tema global peringatan HKJS tahun 2022 adalah “Making Mental Health & Well-Being for All a Global Priority” bertujuan untuk memastikan kesehatan dan kesejahteraan mental menjadi prioritas global untuk semua.
Sedangkan tema nasional adalah “Pulih Bersama Generasi Sehat Jiwa” yang memiliki harapan optimis bahwa kita mampu melewati masa sulit dan siap menghadapi tantangan global untuk membawa Indonesia maju dengan generasi Indonesia Emas yang sehat jiwa dan mampu bersaing di kancah Internasional.
Rangkaian kegiatan peringatan HKJS telah dimulai September dan puncaknya digelar hari ini, 10 Oktober 2022 di Kabupaten Bangli, Provinsi Bali. (IR)
Sumber : Berita & foto dari Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik, Kemenkes RI
Hari Kesehatan Jiwa Sedunia : Kemenkes Ingin Perkuat Jejaring Yankes Jiwa
Infokom DPP PPNI - Berbagai permasalahan kesehatan yang diakibatkan dari dampak pandemi Covid-19 berkepanjangan.
Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Maria Endang Sumiwi mengatakan bahwa dalam beberapa tahun terakhir presentase masyarakat yang mengalami gangguan kesehatan mental meningkat.
Melalui Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dilakukan Kementerian Kesehatan tahun 2018 Gangguan mental emosional pada penduduk usia dibawah 15 tahun, juga naik dari 6,1% atau sekitar 12 juta penduduk (Riskesdas 2013) menjadi 9,8% atau sekitar 20 juta penduduk.
Berdasarkan prevalensi Rumah Tangga dengan anggota menderita gangguan jiwa skizofrenia meningkat dari 1,7 permil menjadi 7 permil di tahun 2018.
“Kondisi ini diperburuk dengan adanya Covid-19. Saat pandemi, masalah gangguan kesehatan jiwa dilaporkan meningkat sebesar 64,3% baik karena menderita penyakit Covid-19 maupun masalah sosial ekonomi sebagai dampak dari pandemi,” ungkap Dirjen Endang.
Makin tingginya presentase masalah kesehatan jiwa, lanjut Dirjen Endang disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satunya ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan tenaga psikolog yang masih kurang.
“Kita juga melihat dari data-data pelayanan yang ada, saat ini baru sekitar 50% dari 10.321 unit Puskesmas kita yang mampu memberikan pelayanan kesehatan jiwa,” ujar Dirjen Endang.
Sementara sisanya belum memiliki layanan kesehatan jiwa. Pun dengan layanan kesehatan jiwa di RS, jumlahnya juga belum merata. Masih ada 4 provinsi yang belum memiliki RS Jiwa dan baru 40% RS Umum yang ada fasilitas pelayanan Jiwa.
Berbanding lurus dengan ketersediaan pelayanan kesehatan jiwa di fasyankes dan Puskesmas, jumlah psikiater yang ada saat ini belum mencukupi.
Rasio psikiater di Indonesia masih sangat timpang yakni 1:200.000 penduduk. Artinya setiap 1 psikiater harus melayani 200.000 penduduk. Rasio ini masih jauh dari standar WHO yang mensyaratkan rasio psikiater dan jumlah penduduk idealnya 1:30.000.
Tak hanya dari sisi jumlah, sebaran psikiater juga belum merata. Masih terkonsentrasi di kota-kota besar saja.
“Untuk itu peringatan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia menjadi momentum penting untuk memperkuat jejaring layanan kesehatan Jiwa mulai dari tingkat masyarakat, Puskesmas sampai RS Rujukan,” terang Dirjen Endang.
Jejaring tersebut, lanjut Dirjen Endang merupakan bagian dari transformasi layanan rujukan yang yang bertujuan untuk memperluas sekaligus mempermudah akses masyarakat terhadap layanan kesehatan jiwa.
“Kita butuh kerja sama yang kuat, karena kalau hanya mengandalkan jumlah psikiater yang ada, (penanganan kesehatan mental) akan membutuhkan waktu yang lama. Sehingga kita harus membuat terobosan, bagaimana caranya supaya beban kesehatan jiwa bisa kita atasi dengan jejaring yang ada saat ini,” kata Dirjen Endang.
Selain itu, Wamenkes menjelaskan perluasan jejaring pelayanan kesehatan jiwa tersebut, merupakan bagian dari 3 strategi utama yang dicanangkan Kementerian Kesehatan untuk mengurai masalah kesehatan yang ada yakni advokasi, kemitraan dan pemberdayaan masyarakat.
Pihaknya menekankan ketiga strategi utama tersebut harus dikolaborasikan secara pentahelix yakni antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, perguruan tinggi, swasta, organisasi profesi, media massa, serta donor agensi, organisasi masa, LSM yang melakukan upaya kesehatan jiwa secara terpadu dan terintegrasi.
“Kolaborasi ini mutlak diperlukan dalam rangka mempercepat pencapaian target pembangunan kesehatan di Indonesia,” terang Wamenkes.
Dirinya berharap berbagai upaya pencegahan dan pengendalian kesehatan jiwa yang dilakukan dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat melalui pendekatan pentahelix kolaborasi berbasis komunitas mampu menghasilkan generasi penerus bangsa yang berkualitas.
“Saya berharap acara puncak Hari Kesehatan Jiwa Sedunia, kian memantapkan komitmen dan tekad kita untuk mencapai Indonesia emas 2045 dengan menciptakan SDM Indonesia yang sehat, berkualitas, dan unggul,” tutup Wamenkes.
Hari Kesehatan Jiwa Sedunia diperingati setiap tanggal 10 Oktober setiap tahunnya, dengan tujuan meningkatkan pengetahuan, kemauan, kemampuan, kesadaran dan kepedulian masyarakat akan pentingnya kesehatan jiwa.
Tema global peringatan HKJS tahun 2022 adalah “Making Mental Health & Well-Being for All a Global Priority” bertujuan untuk memastikan kesehatan dan kesejahteraan mental menjadi prioritas global untuk semua.
Sedangkan tema nasional adalah “Pulih Bersama Generasi Sehat Jiwa” yang memiliki harapan optimis bahwa kita mampu melewati masa sulit dan siap menghadapi tantangan global untuk membawa Indonesia maju dengan generasi Indonesia Emas yang sehat jiwa dan mampu bersaing di kancah Internasional.
Rangkaian kegiatan peringatan HKJS telah dimulai September dan puncaknya digelar hari ini, 10 Oktober 2022 di Kabupaten Bangli, Provinsi Bali. (IR)
Sumber : Berita & foto dari Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik, Kemenkes RI