Infokom DPP PPNI - Kualitas hidup masyarakat menjadi perhatian pemerintah terutama di era pandemi Covid-19.
Dalam hal ini Pemerintah Indonesia terus upayakan capai cakupan kesehatan semesta atau Universal Health Coverage (UHC). Cakupan kesehatan semesta menjamin seluruh masyarakat mempunyai akses untuk kebutuhan pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang berkualitas dan efektif.
Pada Sidang WHO Executive Board ke 144 tahun 2019, telah disepakati WHO 13th General Program of Work untuk dicapai pada tahun 2023 oleh semua negara anggota WHO, termasuk Indonesia.
Target-target tersebut mencakup: 1) Satu milyar orang mendapatkan manfaat UHC, 2). Satu milyar orang lebih terlindungi dari kedaruratan kesehatan; dan 3). Satu milyar orang menikmati hidup yang lebih baik dan sehat.
Upaya-upaya yang telah dilakukan sepanjang satu dasawarsa terakhir dalam pembangunan kesehatan di Indonesia, sebagai bagian integral dari pembangunan nasional, sudah sejalan dengan upaya-upaya yang dicanangkan dalam Program Kerja WHO.
Sekretaris Jenderal, Kemenkes dr. Oscar Primadi, MPH mengatakan ada tiga outcomes target cakupan kesehatan semesta, yaitu : pertama, penyempurnaan akses terhadap pelayanan kesehatan esensial (essential health services) yang berkualitas. Kedua, pengurangan jumlah orang menderita kesulitan keuangan untuk kesehatan. Ketiga, penyempurnaan akses terhadap obat-obatan, vaksin, diagnostik, dan alat kesehatan essensial pada pelayanan kesehatan primer (primary health care).
“Pemerintah bersama masyarakat berkomitmen untuk mencapai UHC agar semua orang memiliki akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang komprehensif dan bermutu tanpa hambatan finansial. Pelayanan kesehatan dilakukan secara komprehensif dengan mengarusutamakan pelayanan kesehatan primer,” sebut Oscar dalam Dialog Nasional Implementasi Program JKN, di Jakarta, Sabtu (12/12/2020).
Beberapa waktu lalu, lanjut Oscar, sempat terjadi kesalahpengertian dalam mengartikan UHC. UHC telah diartikan sama dengan cakupan kepesertaan semesta yang mempunyai pengertian bila seluruh penduduk Indonesia telah menjadi peserta JKN maka cakupan kesehatan semesta dianggap telah tercapai.
Padahal sebenarnya cakupan kesehatan semesta dinyatakan telah tercapai bila seluruh penduduk sudah memiliki akses terhadap layanan kesehatan yang komprehensif dan bermutu, baik upaya promotif, preventif, deteksi dini, pengobatan, rehabilitatif dan paliatif tanpa terkendala masalah biaya.
“Jadi jauh lebih kompleks dari sekedar kepesertaan jaminan pembiayaan kesehatan atau JKN. Cakupan Kesehatan Semesta juga sangat berkaitan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), yang mentargetkan bahwa pada tahun 2030 tidak satupun orang yang tidak menikmati hasil pembangunan berkelanjutan (no one is left behind),” kata Oscar.
Dalam rangka mewujudkan UHC, pmerintah Indonesia telah menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN/KIS) sejak 1 Januari 2014. Program ini diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Program JKN/KIS bertujuan untuk memberikan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan memberikan perlindungan finansial.
Bisa kita lihat perkembangan dari tahun ke tahun cakupan kepesertaan JKN terus mengalami peningkatan. Total cakupan peserta program JKN/KIS, per 1 Oktober 2020 telah mencapai 223,4 juta jiwa dengan komposisi kepesertaan JKN adalah 43,3% peserta PBI dan 16% peserta yang dibiayai pemerintah daerah serta sisanya 40,7 % adalah peserta yang membayar iuran JKN.
“Berbicara tentang UHC, tidak sebatas pada penduduk yang sudah menjadi peserta program JKN saja, tetapi yang lebih penting adanya peningkatan akses peserta terhadap pelayanan kesehatan serta mampu menjadi perlindungan finansial bagi peserta saat membutuhkan pelayanan kesehatan,” ungkap Sekjen Oscar.
Selama hampir tujuh tahun pelaksanaan program JKN/KIS, begitu banyak perkembangan keberhasilan serta permasalahan-permasalahan yang terjadi di lapangan.
Masih banyak tantangan yang dihadapi oleh Indonesia dalam rangka mewujudkan UHC, antara lain kelengkapan sarana prasarana di fasilitas kesehatan, ketersediaan obat dan alat kesehatan, pemerataan distribusi SDM Kesehatan, pemanfaatan data dan sistem informasi, kecukupan anggaran, kenaikan iuran serta regulasi-regulasi yang mendorong perbaikan penyelenggaraan Program JKN. (IR)
Sumber : Berita & foto dari Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kemenkes RI
Pemerintah Fokus Upayakan Universal Health Coverage Untuk Masyarakat Indonesia
Infokom DPP PPNI - Kualitas hidup masyarakat menjadi perhatian pemerintah terutama di era pandemi Covid-19.
Dalam hal ini Pemerintah Indonesia terus upayakan capai cakupan kesehatan semesta atau Universal Health Coverage (UHC). Cakupan kesehatan semesta menjamin seluruh masyarakat mempunyai akses untuk kebutuhan pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang berkualitas dan efektif.
Pada Sidang WHO Executive Board ke 144 tahun 2019, telah disepakati WHO 13th General Program of Work untuk dicapai pada tahun 2023 oleh semua negara anggota WHO, termasuk Indonesia.
Target-target tersebut mencakup: 1) Satu milyar orang mendapatkan manfaat UHC, 2). Satu milyar orang lebih terlindungi dari kedaruratan kesehatan; dan 3). Satu milyar orang menikmati hidup yang lebih baik dan sehat.
Upaya-upaya yang telah dilakukan sepanjang satu dasawarsa terakhir dalam pembangunan kesehatan di Indonesia, sebagai bagian integral dari pembangunan nasional, sudah sejalan dengan upaya-upaya yang dicanangkan dalam Program Kerja WHO.
Sekretaris Jenderal, Kemenkes dr. Oscar Primadi, MPH mengatakan ada tiga outcomes target cakupan kesehatan semesta, yaitu : pertama, penyempurnaan akses terhadap pelayanan kesehatan esensial (essential health services) yang berkualitas. Kedua, pengurangan jumlah orang menderita kesulitan keuangan untuk kesehatan. Ketiga, penyempurnaan akses terhadap obat-obatan, vaksin, diagnostik, dan alat kesehatan essensial pada pelayanan kesehatan primer (primary health care).
“Pemerintah bersama masyarakat berkomitmen untuk mencapai UHC agar semua orang memiliki akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang komprehensif dan bermutu tanpa hambatan finansial. Pelayanan kesehatan dilakukan secara komprehensif dengan mengarusutamakan pelayanan kesehatan primer,” sebut Oscar dalam Dialog Nasional Implementasi Program JKN, di Jakarta, Sabtu (12/12/2020).
Beberapa waktu lalu, lanjut Oscar, sempat terjadi kesalahpengertian dalam mengartikan UHC. UHC telah diartikan sama dengan cakupan kepesertaan semesta yang mempunyai pengertian bila seluruh penduduk Indonesia telah menjadi peserta JKN maka cakupan kesehatan semesta dianggap telah tercapai.
Padahal sebenarnya cakupan kesehatan semesta dinyatakan telah tercapai bila seluruh penduduk sudah memiliki akses terhadap layanan kesehatan yang komprehensif dan bermutu, baik upaya promotif, preventif, deteksi dini, pengobatan, rehabilitatif dan paliatif tanpa terkendala masalah biaya.
“Jadi jauh lebih kompleks dari sekedar kepesertaan jaminan pembiayaan kesehatan atau JKN. Cakupan Kesehatan Semesta juga sangat berkaitan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), yang mentargetkan bahwa pada tahun 2030 tidak satupun orang yang tidak menikmati hasil pembangunan berkelanjutan (no one is left behind),” kata Oscar.
Dalam rangka mewujudkan UHC, pmerintah Indonesia telah menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN/KIS) sejak 1 Januari 2014. Program ini diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Program JKN/KIS bertujuan untuk memberikan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan memberikan perlindungan finansial.
Bisa kita lihat perkembangan dari tahun ke tahun cakupan kepesertaan JKN terus mengalami peningkatan. Total cakupan peserta program JKN/KIS, per 1 Oktober 2020 telah mencapai 223,4 juta jiwa dengan komposisi kepesertaan JKN adalah 43,3% peserta PBI dan 16% peserta yang dibiayai pemerintah daerah serta sisanya 40,7 % adalah peserta yang membayar iuran JKN.
“Berbicara tentang UHC, tidak sebatas pada penduduk yang sudah menjadi peserta program JKN saja, tetapi yang lebih penting adanya peningkatan akses peserta terhadap pelayanan kesehatan serta mampu menjadi perlindungan finansial bagi peserta saat membutuhkan pelayanan kesehatan,” ungkap Sekjen Oscar.
Selama hampir tujuh tahun pelaksanaan program JKN/KIS, begitu banyak perkembangan keberhasilan serta permasalahan-permasalahan yang terjadi di lapangan.
Masih banyak tantangan yang dihadapi oleh Indonesia dalam rangka mewujudkan UHC, antara lain kelengkapan sarana prasarana di fasilitas kesehatan, ketersediaan obat dan alat kesehatan, pemerataan distribusi SDM Kesehatan, pemanfaatan data dan sistem informasi, kecukupan anggaran, kenaikan iuran serta regulasi-regulasi yang mendorong perbaikan penyelenggaraan Program JKN. (IR)
Sumber : Berita & foto dari Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kemenkes RI